Bisnis.com, JAKARTA – Koperasi dalam proses pembangunan harus menjadi mitra strategis pemerintah untuk menggerakkan pembangunan mencapai kesejahteraan masyarakat.
Koperasi menjadi bagian penting untuk menghimpun kekuatan ekonomi dan sosial masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Koperasi filosofinya merupakan perusahaan yang menerapkan strategi produksi, konsumsi serta distribusi yang efisien, karena pemenuhan kebutuhan ekonomi anggotanya secara bersama-sama.
Secara makro, koperasi diharapkan dapat memberikan kontribusi meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB), menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, menjaga kestabilan harga serta inflasi yang pada akhirnya dapat membantu mengurangi angka kemiskinan.
Koperasi perusahaan yang menjamin demokrasi, pemerataan, kebersamaan memenuhi kebutuhan, serta menjaga keadilan atas sumber daya produktif setiap anggota.
Secara mikro perusahaan koperasi dapat meningkatkan kemampuan keterampilan dan kemandirian ekonomi setiap anggotanya untuk lebih produktif dan efisien dalam memenuhi kebutuhanya. Fakta empirik menunjukan bahwa koperasi telah hadir dan memberikan kontribusi ekonomi sosial pada anggotanya.
Kesulitan anggota atau masyarakat pada akses pendanaan yang mudah, dan sulit dipenuhi oleh bank, telah menghadirkan koperasi simpan pinjam atau koperasi kredit sebagai solusi bagi masyarakat.
Jujur bangsa ini harus mengakui bahwa dalam dinamika pembangunan ekonomi saat ini, koperasi masih diposisikan sebagai pelengkap sistem ekonomi di masyarakat, pemerintah juga seakan masih menempatkan koperasi sebagai “pelengkap penderita” sebagai pelaku ekonomi.
Hal tersebut tidak salah, karena kondisi saat ini koperasi belum mampu menjadi mainstream pelaku usaha yang mempunyai produktivitas, inovasi dan kreatifitas yang sebanding dengan pelaku usaha swasta atau negara. Kinerja usaha koperasi secara nasional berdasarkan data Kemenkop dan UKM sampai 2017 menunjukan bahwa koperasi dalam berusaha mempunyai modal sendiri sebesar Rp89,2 triliun, modal dari luar Rp82,9 triliun, sehingga total modal koperasi Rp172,2 triliun dengan volume usaha Rp178,5 triliun, dan mengumpulkan sisa hasil usaha Rp6,08 triliun.
Secara kelembagaan pertumbuhan jumlah koperasi sampai 2017 sebesar 208.619 koperasi, dan sebanyak 56,229 (26,95%) koperasi tidak aktif, atau sebanyak 152,390 (73,05%) koperasi aktif. Data dari Kemenkop UKM ini menarik sebab Indonesia mempunyai jumlah koperasi terbanyak di dunia.
Jumlah anggota perorangan sebanyak 26.661.594 orang atau 11% dari jumlah penduduk negara. Secara sosial jumlah koperasi dan anggota merupakan kekuatan yang sangat besar jika pembangunan ekonomi didasarkan pada prinsip ekonomi gotong royong, dan menempatkan anggota koperasi sebagai pemilik sekaligus penguna usaha koperasi.
Tujuan akhir koperasi adalah mewujudkan kesejahteraan anggota. Kesejahteraan bisa diwujudkan jika kebutuhan ekonomi anggota bisa disediakan koperasi secara cepat, mudah, terjangkau dan bermutu. Inilah tantangan mendasar bagaimana koperasi mampu memenuhi kebutuhan anggota di tengah persaingan bisnis yang semakin tajam.
Koperasi sebagai perusahaan yang dimiliki oleh anggota dan dikelola secara demokratis membutuhkan profesionalisme dan modernisasi manajemen.
Perubahan dan modernisasi organisasi, manajemen dan proses konsolidasi bisnis yang modern di koperasi harus dilakukan secara terencana, sistematis, berkesinambungan dan simultan karena memang “koperasi harus melakukan perubahan”.
Aspek-aspek koperasi yang dapat dimodernisasi adalah organisasi dan manajemen, modernisasi usaha dan modernisasi sarana produksi/pelayanan koperasi tanpa meninggalkan jati dirinya. Modernisasi koperasi merupakan tuntutan zaman pada era distruption economic, digital economic, dan economic sharing. Bahkan dunia bisnis telah masuk pada industry revolution 4.0 karena koperasi perusahaan yang harus mandiri dan mempunyai kemampuan bersaing dengan pelaku usaha lain.
Beberapa langkah mendesak dilakukan untuk memodernisasi organisasi dan usaha koperasi. Pertama, restrukturisasi dan reorganisasi bisnis koperasi melalui strategic business unit dan focus business menuju konglomerasi bisnis koperasi.
Kedua, membangun sistem prosedur operasional dengan standarisasi dan kualitas manajemen bisnis koperasi dengan kaidah-kaidah modern.
Ketiga, konsolidasi internal bisnis koperasi dan antarusaha anggota berbasis teknologi informasi. Keempat, menyusun perencanaan strategis bisnis koperasi yang visioner, realistis, terukur dan konsisten, memperkuat kepercayaan anggota serta mitra bisnis koperasi.
Kelima, koperasi harus tunduk dan menjalankan kaidah-kaidah ekonomi perusahaan dan masuk dalam dinamika dan meningkatkan kemampuan menggunakan instrumen bisnis modern melalui pasar modal, financial engineering, rekapitalisasi aset, dan konsolidasi bisnis menuju konglomerasi.
Tidak mustahil koperasi dikelola secara konglomerasi, karena bisnis koperasi sejalan dengan kebutuhan ekonomi serta dinamika sosial anggota. Di koperasi anggota sebagai subyek sekaligus obyek yang menentukan maju mundurnya koperasi. Namun kemajuan koperasi berada pada manajemen yang disusun pengurus (manajemen).
Pada tataran ini kualitas sumber daya manusia pengelola usaha dan sistem manajemen di koperasi menjadi kunci keberhasilan pengembangan bisnis koperasi. Koperasi harus mampu membangun siklus ekonomi yang saling membesarkan antara usaha koperasi dan aktivitas ekonomi anggotanya.
Konglomerasi bisnis koperasi merupakan perpaduan antara usaha koperasi dan usaha anggota yang saling bersinergi serta menjadi komplementer. Sumber pendanaan dapat dilakukan melalui model pembiayaan bersama untuk pembelian bersama atas bahan produksi atau barang dagangan.
Mengubah Cara Pandang
Perubahan cara pandang merupakan kunci melakukan modernsasi koperasi. Fokus membangun usaha serta modernisasi manajemen koperasi dengan sumber daya manusia yang profesional sangat diperlukan. Kemampuan koperasi untuk menggali potensi ekonomi dan menangkap peluang bisnis menjadi penentu keberhasilan koperasi membangun citra serta kinerja bisnis yang produktif dan berdaya saing. Pada zaman now, daya saing bisnis ditentukan oleh kreativitas dan inovasi dari pelaku bisnis.
Saat ini koperasi masih melakukan bisnis pada sektor simpan pinjam dan jasa perdagangan. Pada sektor simpan pinjam koperasi masih berbasis pada interest based, yang sudah ditinggalkan oleh perbankan dna beralih menjadi fee based. Pada saat yang sama telah muncul financial technology yang menjadi ancaman perbankan, bahkan koperasi.
Pada sektor simpan pinjam koperasi masih memiliki kelebihan karena fleksibilitas proses pemberian kreditnya, tetapi mempunyai kelemahan di biaya operasional. Di titik ini koperasi membutuhkan jumlah pengelola yang besar, karena sebagain besar pengelolaan koperasi simpan pinjam belum menggunakan teknologi. Selain itu koperasi simpan pinjam belum melakukan konsolidasi atau integrasi usaha atau kerjasama antar koperasi simpan pinjam yang memungkinkan cross transaction.
Harus dilakukan perubahan cara pandang pelaku koperasi agar mempunyai visi bisnis dan pada saat yang sama melakukan modernisasi manajemen, inovasi dan kreativitas dalam menangkap peluang bisnis, memanfaatkan teknologi informasi, membangun konglomerasi bisnis serta membangun jaringan kerjasama antar koperasi.
Tanpa melakukan perubahan koperasi akan mengalami kemunduran, bahkan kematian. Zaman sudah berubah. Koperasi harus melakukan transformasi bisnis ke arah konglomerasi tanpa meningalkan jati dirinya.
Artikel ini dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Jumat (29/6/2018)