Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan masih akan meninjau kembali rencana untuk menurunkan harga eceran tertinggi (HET) beras premium.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah mengumumkan revisi HET beras medium dari Rp9.450/kg menjadi Rp8.900/kg. Ternyata, diam-diam, harga acuan untuk beras premium juga direncanakan untuk dikoreksi dari Rp12.800/kg menjadi Rp11.900/kg.
"Tapi itu masih dalam pembahasan, kemungkinan tidak terjadi," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahja Widayanti, ketika dikonfirmasi Bisnis, di Jakarta, Rabu (6/5/2018).
Meski tidak secara menyeluruh, dia menjelaskan, pihaknya ingin membuat harga beras premium menjadi lebih terjangkau.
"Kita meminta agar konsumen tidak terbebani, oleh karena itu harus ada satu patokan HET [beras premium yang lebih rendah]," katanya.
Lagipula, Tjahja mengklaim sebagian besar harga beras sudah turun, termasuk beras premium. Sehingga dirinya menilai penurunan HET beras premium merupakan suatu hal yang wajar.
Pengamat pangan Kudhori mengatakan intervensi harga beras premium akan sangat merugikan petani dan penggiling padi kecil, yang mana hanya mampu memproduksi beras medium.
"Kalau HET beras premium turun, hanya penggiling besar yang mampu memproduksi beras premium yang untung," katanya.
Lagi pula, katanya, sudah banyak penggiling kecil yang telah tutup gerainya sementara dikarenakan HET beras medium yang tidak memungkinkan mereka mendapat untung.
Di sisi lain, Kudhori menambahkan, pemerintah seharusnya tidak perlu mencoba untuk melakukann intervensi terhadap bahan makanan kelas atas.
Hal tersebut dikarenakan, konsumsi beras premium adalah konsumsi masyarakat yang bersedia membayar lebih untuk setiap nilai tambahnya.
"Itu diakrenakan, rasanya dan kandungan gizinya yang lebih baik dari pada beras medium, makanya mereka beli premium" katanya.
Senada dengan Kudhori, Guru Besar Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santoso mengatakan, penururnan HET beras premium malah berpotensi menyebabkan harga beras medium semakin tidak terkendali.
Dia menjelaskan, hal tersebut dikarenakan spesifikasi beras medium dan premium yang hampir sama akan mendorong pemilik modal besar memborong beras medium untuk dijadikan beras premium.
Sehingga, stok beras medium di pasar menjadi langka dan membuat harga beras medium di pasaran menjadi lebih mahal dari pada beras premium.
"Itu bukan hal yang tidak mungkin, di beberapa tempat kita sudah lihat harga beras medium di toko kecil lebih mahal dari pada beras premium di super masrket," katanya.
Dari sisi Makro Ekonomi, Direktur Center of Reform On Economics (CORE) Mohammad Faisal menambahkan, rencana tersebut juga bisa berdampak pada pelemahan konsumsi masyarakat kelas bawah, yang mana populasinya mencapai 40%.
"Sebaliknya, kalau premium lepas ke pasar saja karena konsumen atas daya belinya tinggi," katanya kepasa Bisnis.
Oleh karena itu, dia berharap pemerintah dapat berhati-hati, sehingga kebijakan yang niatnya untuk membantu konsumsi malah berakibat sebaliknya.