Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pertanian optimistis sebanyak 14 juta ha lahan perkebunan sawit memiliki sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) pada 2020. Saat ini, program tersebut baru terlaksana 25%.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang mengatakan dengan sertifikasi ISPO tidak akan ada lagi perusahaan yang bersinggungan dengan kawasan hutan lindung.
Menurutnya, ISPO dapat membuktikan kampanye hitam yang dilancarkan uni eropa adalah salah. Bambang mengatakan Eropa tidak menerima keberadaan ISPO karena mereka tidak paham bahwa sertifikat tersebut membuktikan lahan perkebunan tidak berada di kawasan lindung dan semua tata kelola berjalan sesuai perizinan.
Bambang mengatakan sejauh ini salah satu kendala dalam program sertifikasi ISPO adalah sinergi antara lembaga, sehingga seringkali terjadi tumpang tindih izin perkebunan kelapa sawit.
Bambang menceritakan terdapat kasus perkebunan sawit yang berdiri di atas lahan HGU namun kemudian diputuskan menjadi kawasan lindung ketika pemerintah daerah menerbitkan rencana tata ruang yang baru.
Oleh sebab itu, lanjutnya, pihaknya terus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Kami sudah rapat bersama Bu Menteri LHK [Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya] yang menjanjikan pada kita dalam kurun waktu 2 tahun, problem persinggungan antara kawasan hutan dan kelapa sawit dapat selesai. Faktor pengunci ada di KLHK,"katanya.
Ditjenbun mencatat, pada 2017, sudah ada 346 sertifikat yang diterbitkan, artinya masih kurang 1.038 sertifikat untuk mencapai 100%.
Sementara itu, Deputy Head of Partnership PT Asian Agri Rafmen mengatakan sejauh ini sudah 376 ha lahan petani swadaya yang tersertifikasi ispo atau sekitar 153 petani. Diakuinya baru sedikit yang tertarik untuk mendapatkan sertifikasi sebab tidak ada nilai tambah.
"ISPO kurang greget karena hanya mandatori sifatnya dari pemerintah. Belum ada nilai lebih bagi petani berbeda dengan RSPO [Roundtable Sustainable Palm Oil]. Petani akan dengan sukarela mendapatkannya," katanya.
Meskipun demikian, tahun ini Asian Agri tetap menargetkan dapat menambah sertifikasi ISPO bagi petani.
Corporate Affairs Asian Agri Fadhil Hasan mengatakan perusahaannya punya komitmen kuat terhadap kemitraan petani kecil karena memiliki prinsip bahwa keberadaan petani dapat menguntungkan operasional.
Selain itu, Asian Agri juga berkomitmen bahwa 2018 ini akan memiliki lahan yang sama antara lahan yang dikelola perusahaan dengan yang dikelola oleh mitra.
"Lahan perusahaan 100.000 ha, lahan plasma 60.000 ha, petani swadaya yang kerjasama dengan kita sekitar 30.000 ha. 2018 akan ditingkatkan jadi 40.000 ha,"pungkasnya.