Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

STRATEGI ANGGARAN: Dilema Kebijakan yang Populis

Pemerintah perlu memperhitungkan efek negatif sejumlah kebijakan populis terhadap keberlanjutan anggaran dalam jangka panjang.

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah perlu memperhitungkan efek negatif sejumlah kebijakan populis terhadap keberlanjutan anggaran dalam jangka panjang.

Dilema kebijakan populis diangkat menjadi headline koran cetak Bisnis Indonesia edisi Selas 5 Juni 2018. Berikut laporan selengkapnya

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM Tony Prasetiantono menilai upaya pemerintah menahan harga bahan bakar minyak akan melukai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Namun, bila harga BBM naik memang akan berefek pada inflasi. Saya kira tahan dulu harga dalam sebulan, jika tidak ada tanda-tanda turun baru naikkan harga minyak,” ujarnya, Senin (4/6).

Untuk APBN-Perubahan, imbuhnya, pemerintah juga mengalami kondisi yang serba salah. Pada satu sisi realistis, tetapi di sisi lain akan menimbulkan persepsi negatif pada pasar.

Meski demikian, Tony menilai sejumlah kebijakan populis yang diambil pemerintah merupakan hal yang tepat guna meningkatkan permintaan. “Itu memang cara meningkatkan demand karena pertumbuhan ekonomi tidak akan bisa lagi diharapkan sesuai asumsi,” tegasnya.

Adapun, sejumlah kebijakan populis yang menjadi sorotan, di antaranya mempertahankan harga BBM hingga 2019, pendanaan proyek infrastruktur, hingga tunjangan hari raya bagi aparatur sipil negara dan pensiunan.

Dalam kebijakan energi, selain mempertahankan harga Premium dan Solar hingga 2019, pemerintah juga memperluas jangkauan distribusi Premium penugasan hingga ke seluruh wilayah.

Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan pemerintah menahan harga Premium dan Solar untuk menjaga daya beli masyarakat menjelang Idulfitri.

“Nanti, pada 2019 mungkin akan ada kajian lagi,” ujarnya, Senin (4/6).

Terkait dengan perluasan penyebaran Premium penugasan ke seluruh Indonesia, Djoko menyatakan tidak akan berdampak kepada keuangan negara karena tidak ada subsidi lagi.

Apalagi, Premium itu pun bukan berarti selalu memiliki oktan 88. “Jadi, bisa saja Premium yang dijajakan itu bercampur dengan memiliki oktan 90 atau 92, dicari yang paling murah,” kata Djoko.

Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno menjelaskan keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan harga Premium bakal menggerus keuntungan Pertamina pada 2018.

“Premium kan penugasan bukan subsidi Pemerintah jadi semua beban ditanggung Pertamina. Kalau Solar memang disubsidi,” jelas Fajar.

Sementara itu, kebijakan pemerintah menggenjot proyek infrastruktur seperti kereta ringan, jalan tol, dan pelabuhan yang digarap BUMN karya, memicu lonjakan utang perusahaan pelat merah itu.

Ambil contoh PT Adhi Karya Tbk. yang menggarap proyek kereta ringan Jabodebek, mencatatkan beban arus kas negatif Rp3,2 triliun pada 2017. Padahal, emiten berkode saham ADHI itu masih membukukan arus kas positif Rp241 miliar pada 2015.

Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan Kementerian BUMN Ahmad Bambang mengatakan, empat BUMN karya memerlukan penyertaan modal negara (PMN) jika pemerintah menugaskan lagi untuk investasi langsung di proyek infrastruktur.

“Kalau tidak diberi PMN bisa jebol makanya kita jaga supaya keuangan mereka tidak jebol,” ujar Ahmad.

ALOKASI THR

Menjelang Lebaran 2018, pemerintah juga mencairkan anggaran tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 aparatur sipil negara (ASN) menjadi Rp35,76 triliun, dari tahun sebelumnya hanya Rp23 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan alokasi THR dan gaji ke-13 sudah masuk dalam UU No.15/2017 tentang APBN 2018. Alokasi anggaran tersebut juga termasuk perhitungan dana alokasi umum (DAU). “Jadi bukan sesuatu yang tiba-tiba ditetapkan oleh kami, meski pengumumannya dilakukan menjelang Lebaran.”

Sri Mulyani juga sudah memerintahkan Ditjen Perimbangan Kemenkeu untuk mengecek daerah yang terkendala penyaluran THR.

Dari Makassar, Pemprov Sumsel menyatakan alokasi THR dan gaji ke-13 naik 1,07% dibandingkan dengan 2017 atau menjadi Rp94,7 miliar.

“Kenaikan besaran THR ASN Sulsel dan pensiunan tahun ini membebani APBD,” kata Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Sulsel Arwin Azis.

Adapun Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara memiliki cara tersendiri untuk menyiasati kekurangan anggaran THR dan gaji ke-13 pada tahun ini.

“Pemprov Sulut telah mengupayakan penambahan maupun pergeseran anggaran, kurang lebih senilai Rp35 miliar untuk menutupi kekurangan anggaran THR dan gaji ke-13 tersebut,” kata Sekdaprov Sulut Edwin Silangen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper