Bisnis.com JAKARTA-- Pemerintah mengklaim tetap berusaha menetapkan harga proyeksi minyak yang realistis bagi perhitungan APBN 2019, tetapi di sisi lain tetap menginginkannya di level rendah karena berpengaruh kepada daya beli masyarakat.
Sebagai informasi, pemerintah memprediksi harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada 2019 bergerak di kisaran US$60-US$70 per barel, atau lebih tinggi dari asumsi tahun ini US$48 per barel.
Adapun, naiknya prediksi harga ICP disebabkan oleh pemulihan ekonomi dunia, isu keamanan, isu politik, bencana alam, dan inovasi teknologi. Selain itu, adanya peningkatan permintaan minyak mentah, yang mana tercermin semakin menggeliatnya perekonomian global.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati Mengatakan, penetapan asumsi harga minyak pada level yang realistis dan seakurat mungkin dapat menjaga kesehatan postur anggaran ke depan.
Namun, Jika harga ICP ditetapkan di harga tinggi dan mengikuti harga pasar, katanya, hal tersebut akan mempengaruhi daya beli masyarakat, kesehatan keuangan dan daya saing sektor swasta, dan bahkan kondisi keuangan BUMN dalam melaksanakan penugasan subsidi pemerintah.
"Hal ini membawa implikasi pilihan-pilihan kebijakan yang tidak mudah," katanya dalam Sidang Paripurna DPR, di Jakarta, Kamis (31/5/2018).
Oleh karena itu, pihaknya masih membuka ruang untuk diskusi dengan DPR dalam hal tersebut.
"Demi tetap menjaga keberlangsungan pembangunan, kesehatan APBN, kesehatan neraca BUMN dan meminimalkan distorsi ekonomi," imbuhnya.
Sependapat dengan Menkeu, ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, penetapan harga ICP di tengah fluktuasi harga minyak yang sangat tinggi merupakan sebuah dilema bagi pemerintah.
Sebagai informasi, harga minyak mentah internasional bergerak fluktuatif, mencapai di atas US$100 per barel pada tahun 2013 hingga pertengahan 2014 yang kemudian jatuh ke tingkat harga terendah sekitar US$30 per barel pada tahun 2015.
Menurutnya, harga ICP yang tinggi akan berimbas pada harga BBM terutama non subsidi, dan tarif listrik industri rentan dinaikkan.
"Karena asumsi ICP jadi benchmark untuk harga energi yang berlaku dipasar dan ujungnya masyarakat dan pelaku industri harus menanggung biaya energi yang lebih mahal dan daya beli bisa tergerus," imbuhnya.
Di sisi lain, dasar perhitungan ICP juga menjadi dasar perhitungan administrated price inflation.
"Yang mana semakin tinggi asumsi ICP, asumsi inflasi, sebenarnya, juga akan naik, (padahal pemerintah juga menetapkan asumsi inflasi pada 2019 sama dengan tahun ini 3,5% +- 1%), pasti sulit" katanya.