Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi logistik dan forwarder Indonesia (ALFI) mendesak implementasi single billing dalam layanan pindah lokasi penumpukan atau over brengen atas peti kemas impor di New Priok Container-One (NPCT-1), agar kepadatannya terurai.
Adil Karim, Sekretaris Umum DPW ALFI DKI Jakarta, mengatakan sampai sekarang kegiatan over brengen dari NPCT-1 ke TPS pabean Priok belum single biliing tetapi mengunakan pola 'beli putus'.
"Akibat pola 'beli putus' dalam kegiatan over brengen (OB) peti kemas impor di NPCT-1 itu, pengelola TPS lini 2 enggan menampung kegiatan OB lantaran harus membayar terlebih dahulu dimuka (beli putus) kontainer impor yang hendak di relokasi yang nilainya gak sedikit,"ujarnya kepada Bisnis Rabu (30/5/2018).
Adil berharap layanan pindah lokasi penumpukan untuk peti kemas yang belum clearance kepabeanan dari NPCT-1 seharusnya berlaku sistem single billing seperti di Jakarta International Container Terminal (JICT), Terminal Peti Kemas Koja, dan Terminal Mustika Alam Lestari (MAL).
Selain itu, ujarnya, NPCT-1 juga belum menerapkan regulasi mengenai batas waktu peti kemas impor yang sudah selesai urusan pabeannya sesuai dengan Permenhub No.25/2017 tentang batas waktu penumpukan peti kemas di empat pelabuhan utama di Indonesia.
Adil mengatakan belum implementasikannya single billing di NPCT-1 menyebabkan peti kemas lebih lama mengendap di lini satu terminal karena TPS enggan menampung sehingga menimbulkan kepadatan.
"Selain itu Permenhub 25/2017, juga belum diterapkan diterminal tersebut sehingga kepadatan di kawasan NPCT-1 tak bisa dihindari saat ini," tuturnya.
Manajemen NPCT-1 diketahui saat ini terus melakukan pembenahan perbaikan layanan di terminal ekspor impor itu. Bahkan pada 23 Mei 2018, di common gate area telah di operasikan buffer truk yang bisa menampung 120 truk.
"Kami akan berkomitmen bersama stakeholders terus mencari solusi terbaik untuk kelancaran pelayanan," ujar Rino Wisnu Putro, Direktur Operasi NPCT-1, kepada Bisnis Rabu (30/5/2018).