Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah memastikan kelanjutan rencana program Bank Tanah Nasional atau Batanas saat ini masih dalam pembahasan. Hal ini terutama sinkronisasi dengan Kementerian Keuangan terkait anggaran ataupun lembaga.
Sekertaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Himawan Arif Sugoto mengatakan, ada tiga hal yang akan segera diselesaikan antarkementerian.
Pertama, persoalan komite bank tanah. Kedua, posisi Batanas dengan LMAN nantinya. Ketiga, persoalan keuangan modal awal bank tanah.
"Tiga poin itu yang masih butuh koordinasi dengan Kementerian Keuangan di bawah Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian nantinya. Mungkin rapat sekali lagi," katanya kepada Bisnis, belum lama ini.
Himawan mengemukakan hingga saat ini Batanas, sudah merampungkan regulasi intinya yakni PP Badan Batanas.
Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo mengamini hal tersebut.
Menurutnya, sejumlah isu masih harus dilakukan pembahasannya antarKementerian ATR/BPN dan Kemenkeu.
Padahal sebelumnya, pemerintah menargetkan regulasi Batanas direncanakan untuk rilis pada akhir 2017 agar mulai berjalan tahun ini. Urgensi lembaga ini mengingat 70% kasus pengadilan masih berkutat persoalan sengketa lahan.
Prinsip Batanas sebagai badan pemerintah adalah pemanfaatan lahan yang tidak akan dikenakan pajak perolehan dan kepemilikan tanah berupa biaya BPHTB dan PBB sebelum dimanfaatkan oleh pihak lain.
Sementara itu, tarif yang dibebankan pada Batanas akan digunakan untuk membiayai operasional dan penanganan proses hukum sengketa tanah. Pendapatan dari Batanas pun akan dipastikan masuk sebagai pendapatan negara bukan pajak atau PNBP.
Kepala Kajian Grup Kemiskinan dan Perlindungan Sosial LPEM FEB UI Teguh Dartanto mengharap adanya rencana membentuk Batanas tidak hanya mengembalikan kejelasan status kepemilikan lahan terlantar di Indonesia, tetapi menjadi kepastian jaminan kemudahan masyarakat dalam mengakses pengelolaan lahan.
"Pengelola yang berada di Batanas nantinya haruslah yang memiliki profesionalisme tinggi dan jauh dari kepentingan," ujarnya.
Teguh mengemukakan lebih jauh program ini akan bermanfaat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia jika berjalan sesuai koridor mendukung iklim usaha di masyarakat dan tentunya penentasan defisit hunian yang ada saat ini.
Sementara itu, Kementerian ATR/BPN saat ini mencatat ada 400.000 hektare lahan yang berpotensi sebagai aset awal Batanas. Namun, baru 23.000 yang sudah bersih dan dapat didistribusikan dan 76.000 yang ditetapkan jadi tanah terlantar.