Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha meminta pemerintah segera merevisi Peraturan Menteri Keuangan nomor 229/PMK.04/2017 karena total kerugian yang didapat pelaku usaha mencapai puluhan miliar.
Sekertaris Jenderal Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Akbar Djohan mengatakan dalam pertemuan terakhir dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai, beleid tersebut belum ada persetujuan untuk diperbaiki.
“Alasannya belum berdampak pada pelaku usaha. Padahal kami sudah bilang ini sangat terasa ke anggota,” katanya kepada Bisnis hari ini, Rabu (23/5/2018).
Akibat belum ada perbaikan, banyak Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) yang menyerahkan berkas impor ke kantor bea cukai terancam gulung tikar.
Padahal, Lanjut Akbar PPJK, hanya mengantar berkas pengiriman barang. Jadi tidak selayaknya mereka yang dikenakan nota pembetulan atau denda karena terlambat atau kurang persyaratan dalam mengirim berkas. “Sementara importir yang mendapat benefit,” jelasnya.
Permenkeu nomor 229/PMK.04/2017 mengatur tentang tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.
Masalah yang dihadapi saat ini adalah waktu yang diberikan. Peraturan tersebut mengatur batas waktu penyerahan SKA untuk barang yang masuk jalur merah atau kuning hanya diberikan satu hari atau sampai pukul 12.00 WIB hari berikutnya sejak pemberitahuan impor barang (PIB) mendapatkan penetapan jalur.
Menurutnya, batas waktu tersebut terlalu singkat untuk barang yang melalui jalur merah dan harus diperiksa fisik oleh petugas pabean.
Sementara itu apabila melewati batas waktu tersebut, maka SKA dianggap tidak berlaku lagi. Padahal, SKA berlaku satu tahun berdasarkan kesepakatan perdagangan internasional.
Akibat penerarapan SKA yang terlalu singkat, importir dikenakan notul dan membayar bea masuk yang sangat tinggi hingga miliaran rupiah.