Bisnis.com, JAKARTA—Pabrikan kaleng gulung tikar dihempas pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Halim Parta Wijaya, Ketua Asosiasi Pengusaha Kemas Kaleng Indonesia (APKKI), menuturkan besarnya tekanan ke industri terlihat dari banyaknya anggota asosiasi yang akhirnya menutup usaha. Awal berdiri asosiasi memiliki anggota 12 pabrik. Saat ini tercatat sudah tiga pabrik yang tutup dan satu perusahaan lain diperkirakan akan menyusul.
Halim meyakini industri pembuat kaleng di Indonesia akan bergairah jika struktur biaya bahan baku dapat disesuaikan dengan perkembangan pasar. "Kalau kondisi sekarang kami hanya optimistis tumbuh 5%," katanya.
Sementara itu, Arief Junaidi, General Manager PT Ancol Terang Metal Industri, Selasa (22/5/2018), mengatakan depresiasi rupiah membuat biaya bahan baku yang dipatok dalam dolar melonjak. Produsen biasanya menggunakan sistem utang untuk penyediaan bahan baku. Saat yang sama produsen tidak menaikkan harga jual karena terikat kontrak dengan konsumen dengan harga dalam rupiah.
"Khusus pembelian tinplate [bahan baku kaleng] baik lewat Latinusa atau impor, penetapannya dalam US$. Yang terdampak langsung saat ini adalah semua pembelian yang sudah jatuh tempo pembayaran," kata Arief.
Perusahan tidak serta merta dapat menaikkan harga. Ini karena produsen kaleng dalam negeri berada dalam posisi yang dilematis. Satu sisi pelanggan yang didominasi pelanggan tetap ini juga tengah mengalami kesulitan karena produknya juga lebih sulit terserap pasar. Saat yang sama produsen berada dalam posisi harus menjaga keekonomisan bisnis pembuatan kaleng karena harga bahan baku tinplate terus merangkak naik. Seharusnya, kata dia, harga jual kaleng sudah harus naik sejak beberapa tahun terakhir.
Dalam kondisi ini, tidak ada investor yang berminat untuk menggelontorkan modal tambahan untuk ekspansi. "Sejak beberapa tahun belakangan target kami hanya bertahan. Jadi belum ada project plan untuk new investment," katanya.
Ancol Terang merupakan salah satu produsen kaleng terbesar di Indonesia. Arief mengatakan dari bahan baku tinplate sebanyak 250.000 ton yang diserap industri setiap tahun, grup Ancol Terang menyerap 20% hingga 25% dari total bahan baku tersebut.