Bisnis.com, JAKARTA -- Penurunan lifting Indonesia pada kuartal I/2018 diprediksi karena aktivitas eksplorasi yang tidak terlalu menggeliat dalam beberapa tahun terakhir, terutama ketika harga minyak rendah. Jadi, ketika harga minyak tinggi, lifting pun tidak naik secara drastis juga.
Presiden Direktur PT Medco Energi Internasional Tbk. Hilmi Panigoro mengatakan, tren lifting Indonesia yang mengalami penurunan di tengah tren harga minyak yang naik disebabkan oleh aktivitas eksplorasi yang kurang menggeliat. Pasalnya, mayoritas lapangan migas di Indonesia itu sudah tua sehingga bila tidak ada aksi eksplorasi yang tinggi akan sulit mendapatkan kenaikan lifting.
"Soalnya, ketika harga minyak rendah pada periode 2015 - 2017, aksi eksplorasi di Indonesia memang sangat rendah. Jadi, ketika sekarang harga minyak sudah kembali tinggi, lifting tidak bisa langsung naik juga," ujarnya kepada Bisnis pada Rabu (11/4).
SKK Migas mencatat lifting migas Indonesia per kuartal I/2018 sebesar 1,89 juta barel ekuivalen per hari atau mencapai 94% dari target sebesar 2 juta barel ekuivalen per hari. Ke depannya, lifting migas akan dikejar bsa memenuhi target dengan mulai beroperasinya produksi di beberapa lapangan baru.
Adapun, lifting migas per tiga bulan pertama tahun ini itu mencatatkan penurunan sebesar 2,7% dibandingkan dengan 2017 yang sebesar 1,94 juta barel per hari.
Secara rinci, lifting minyak per kuartal pertama berada dikisaran 750,6 barel per hari. Pencapaian lifting itu sudah sebesar 94% daru target lifting sampai akhir 2018 sebesar 800.000 barel per hari, nilai lifting tiga bulan pertama tahun ini juga mencatatkan penurunan sebesar 6,61% dibandingkan sepanjang 2017.
Lalu, lifting gas bumi sampai akhir Maret 2018 berada pada kisaran 1,13 juta barel ekuivalen per hari. Pencapaian lifting gas bumi itu sebesar 95% dari target yang ditentukan dalam APBN 2018 yang sebesar 1,2 juta barel ekuivalen per hari.