Bisnis.com, JAKARTA -- Negara-negara Asean dinilai perlu memperkuat kerja sama perdagangan dengan kawasan Indo-Pasifik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sekretaris Umum Asean-Japan Centre Masataka Fujita mengungkapkan negara-negara Asean bisa mendapatkan nilai tambah lebih dengan mendorong kerja sama lebih intens dengan kawasan Indo-Pasifik.
Selama ini, negara-negara Asean berkontribusi cukup besar terhadap perdagangan internal Asean dengan porsi ekspor 8%. Sementara itu, porsi ekspor Asean terhadap kawasan Indo-Pasifik adalah 4%.
Selain meningkatkan keterlibatan Asean di Indo-Pasifik, Jepang juga dipandang sebagai negara yang seharusnya turut berkontribusi signifikan terhadap perdagangan di kawasan itu. Dia menyebutkan ada beberapa poin yang dapat dilakukan Asean dan Jepang untuk lebih banyak berkontribusi dalam perdagangan Indo-Pasifik.
"Yang pertama adalah membentuk lingkungan yang kondusif, di mana pemerintah negara-negara Indo-Pasifik harus menjaga lingkungan perdagangan. Lalu, investasi dan menempatkan prasyarat infrastruktur untuk memungkinkan pertumbuhan Global Value Chain (GVC)," ungkap Fujita dalam Symposium The 45th Anniversary of Japan-Asean Friendship and Cooperation "Asean and The Free and Open Indo-Pasific Strategy", di Auditorium Utama LIPI, Jakarta, Rabu (4/3/2018).
Kedua, membangun kapasitas produktif. Dia mengatakan perusahaan lokal di Indo-Pasifik sebaiknya mempererat kerja sama perdagangan terutama dengan Jepang, India, dan Asean.
Ketiga, memperluas jaringan produksi. Menurut Fujita, ketika jaringan produksi yang didirikan di Asean bisa melampaui Asean dan membentuk value chain yang lebih luas, maka akan tercipta mekanisme sistematis untuk memfasilitasi perdagangan dan investasi yang diperlukan.
"Selanjutnya, melembagakan integrasi regional. Asean memainkan peran yang kurang penting di Indo-Pasifik daripada di wilayahnya sendiri dalam hal berkontribusi terhadap rantai nilai yang dibuat di daerah masing-masing," lanjutnya.
Tidak adanya integrasi regional di kawasan itu membuat swasta memiliki peran yang lebih penting. Pemerintah negara-negara Indo-Pasifik diminta untuk mencantumkan GVC dalam strategi pengembangan secara keseluruhan dan memasukkan kebijakan pengembangan industri untuk meningkatkan kesadaran terhadap GVC.
Kelima, melakukan promosi Foreign Direct Invesment (FDI) yang lebih jelas, khususnya yang dapat membentuk value chain. Pasalnya, posisi Indo-Pasifik dalam arus FDI dunia masih rendah.
"Yang keenam, buat FDI lebih banyak dan menarik untuk menciptakan value chain. Saat ini, Asean dan Jepang cenderung membuat rantai produksi dalam mobil, elektronik, dan layanan seperti layanan transportasi," papar Fujita.
Ketujuh, integrasi dengan Afrika. Untuk tumbuh, ada kebutuhan dari Afrika untuk melakukan integrasi ke dalam ekonomi internasional.
Investor dari Indo-Pasifik sebagian besar berasal dari Singapura, India, Malaysia, dan China. FDI disebut tidak hanya menyediakan sarana untuk berkembang, tapi juga merupakan aspek penting dari kerja sama ekonomi antara kedua Indo-Pasifik dan Afrika.
Terakhir, Fujita melihat diperlukan kebijakan yang lebih tepat untuk menarik investasi asing di Asean sehingga nantinya diharapkan dapat berkontribusi terhadap kinerja korporasi di Asia Tenggara yang lebih dinamis.