Bisnis.com, JAKARTA– Ketua Umum Asosiasi Mainan Indonesia (AMI) Sutjiadi Lukas mengatakan di pasar Internasional mulai ada peralihan permintaan jenis mainan dari sebelumnya setidaknya dikuasai dua negara tersebut. Apalagi secara kualitas, barang produksi dalam negeri nyaris sama dengan buatan Vietnam dan China.
“Kalau produksi Indonesia dan Vietnam kurang lebih sama. Misalnya mainan mobil, kemungkinan importir [vietnam] tidak bisa ekspansi lagi, atau di negara mana dia gak bisa ekspansi lagi dan [importir mainan] beralih ke indonesia,” kata Setjiadi kepada Bisnis di Jakarta, Selasa (20/3/2018).
Menurut data Badan Pusat Statistik ekspor produk mainan meningkat 25,33% atau dari periode Januari – Februari 2017 sebesar US$60,5 juta merangkak menjadi US$75,8 juta pada periode yang sama 2018 secara year to year. Selisih kenaikan dari tahun lalu dengan 2018 pada periode tersebut mencapai US$15,3 juta.
Meski begitu secara month to month, ekspor produk mainan turun dari US$40,1 juta pada Januari 2018 menjadi US$35,5 juta pada Februari 2018. Dari total tersebut tercatat penurunan mencapai 11,2% atau selisih US$4,5 juta.
Selama ini produk Indonesia menyasar sejumlah negara berkembang, seperti pasar Asia seperti Bangkok hingga Afrika. Negara-negara berkembang kata Setjiadi merupakan pasar potensial untuk menerima produk Indonesia, namun untuk negara kawasan seperti Uni Eropa masih sulit bersaing dengan produksi negara lain.
Adapun kata Setjiadi, produk yang masuk ke pasar Uni Eropa merupakan produk yang sudah menggunakan teknologi canggih seperti mainan robotik. Sedangkan dari dalam negeri belum ada sumber daya untuk memproduksi mainan robotik yang menyasar negara.
Sejumlah produk Indonesia yang berhasil ekspor seperti mainan mobil dan boneka barbie, hingga mainan berbahan kayu. Kebanyakan produk yang diekspor dari dalam negeri dikelola oleh investor asing. Pengusaha penanam modal asing (PMA) yang berinvestasi di Indonesia kebanyakan memproduksi produk tidak untuk dikonsumsi di domestik, namun luar negeri.
“Bisa saja diekspor ke negara asalnya, bisa juga ke beberapa pasar mainan tersebut,” jelasnya.
Pihaknya mengaku sedang berupaya untuk meningkatkan mutu mainan dalam negeri sehingga mudah diterima di pasar global khususya negara maju. Meski begitu menurut AMI perizinan ekspor kini cenderung dipermudah demi mendongkrak ekspor sesuai permintaan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, asosiasi menilai kenaikan ekspor produk mainan tidak begitu signifikan pada 2018. Pasalnya tahun ini sejumlah wilayah menggelar pesta demokrasi pemilihan kepala daerah. Kondisi ini membuat perusahaan impor memilih wait and see sebelum mengajukan permintaan di Indonesia.
“Mungkin naik tetapi tidak besar sekitar 2%-3% saja,” jelasya.