Bisnis.com, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat melihat adanya risiko perubahan APBN 2018, seiring dengan adanya gejolak pada asumsi makro yang membuat pertumbuhan ekonomi 5,4% sulit dicapai.
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan pihaknya sedang melakukan komunikasi dengan komisi XI DPR mengenai beberapa perubahan asumsi makro.
"Kami sedang komunikasikan dengan komisi XI ada beberapa perubahan pada asumsi ekonomi makro," katanya di Jakarta, Kamis (8/3/2018).
Dirinya menilai target pertumbuhan 5,4% agak sulit dicapai, karena inflasi masih relatif tinggi, ada gejolak pada nilai tukar rupiah, dan harga minyak yang tidak sesuai dengan APBN.
Namun, katanya, keputusan untuk memulai komunikasi lebih lanjut untuk perubahan APBN sepenuhnya diberikan kepada komisi XI.
Sementara itu, anggota DPR RI Johnny G. Plate menilai gejolak pada nilai tukar rupiah adalah normal, dikarenakan potensi kenaikan suku bunga The Fed.
"Jadi reaksi pasar terhadap The Fed itu, reaksi psikologisnya ada," katanya.
Selain itu, dia menilai naiknya harga minyak masih tergolong wajar dikarenakan banyak negara meningkatkan konsumsinya seiring dengan memasuki musim dingin.
"Kalau musim dingin memang kebutuhan BBM [di banyak negara bagian utara] memang tinggi," katanya.
Oleh karena itu, secara jangka panjang dirinya masih melihat asumsi makro yang ditetapkan dalam APBN 2018 masih dapat terpenuhi.
Adapun seperti diketahui, pemerintah didesak oleh keadaan ekonomi global untuk melakukan perubahan APBN 2018.
Walapun hingga saat ini, sebagian besar pejabat tinggi pemerintahan masih yakin dengan kestabilan ekonomi domestiknya di mana Undang-Undang APBN 2018 masih dapat dijalankan hingga akhir tahun, karena kenaikan harga minyak dan fluktuasi nilai tukar masih berada dalam risiko yang bisa ditanggulangi oleh pemerintah.