Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perhubungan Republik Indonesia menyampaikan nota protes kepada War Committe (JWC), karena Pelabuhan Tanjung Priok masih tercantum dalam daftar zona rawan perang dan pembajakan/piracy.
Achmad Ridwan Tento, Sekjen IMLOW (Indonesia Maritime, Logistic & Transportasi Watch), menilai sudah sepantasnya nota protes dilayangkan pemerintah Indonesia sebab list war risk yang dirilis JWC tersebut tidak lagi sesuai dengan kondisi dan fakta dilapangan khusnya di pelabuhan Tanjung Priok.
“Pelabuhan Tanjung Priok aman-aman saja dari ancaman perang ataupun pembajakan. Apalagi di pelabuhan Priok juga sudah diimplementasikan aturan ISPS (International Ship and Port Security) code,” ujarnya kepada Bisnis hari ini Rabu (7/2/2018).
Permasalahannya, lanjut dia, selama ini ada perbedaan definisi piracy antara yang menjadi patokan IMO selaku organisasi maritim internasional dibawah PBB dengan IMB (internasional maritime beurau).
Regulasi IMO selama ini berpatokan kepada United Nation Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS). Sedangkan IMB itu merupakan swasta dibawah International Chamber of Commerce (ICC).
"Karena maling naik kapal di area anchorage saja bisa dianggap sebagai piracy apalagi kalau maling nya bersenjata. Definisi boarded dan armed ini yang bisa dikategorikan piracy," tuturnya.
Ridwan menyerukan agar semua komponen bangsa mendukung langkah Kemenhub dan Kementerian Luar Negeri untuk dapat menghilangkan status war risk dalam list JWC tersebut.
Namun, dia berharap juga dilakukan peningkatan patroli laut serta meningkatkan fungsi petugas kesatuan penjaga laut dan pantai (KPLP) Ditjen Hubla Kemenhub untuk menjaga keamanan di area wilayah perairan dan pelabuhan Tanjung Priok.