Bisnis.com, JAKARTA— Pasar ekspor Indonesia ke Qatar kian prospektif meski sampai saat ini nilai perdagangan RI ke negara tersebut masih terbilang kecil.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai pemerintah Indonesia dan Qatar memerlukan kesepakatan yang bersifat government to government. Namun, menurutnya kedua negara dapat memulainya dengan meneken nota kesepahaman.
“Walaupun enggak langsung free trade agreement karena perlu cukup panjang waktunya bisa 3-5 tahun. Jadi, bisa diawali dengan MoU business to business,” paparnya.
Bhima menilai ekspor produk makanan RI ke Qatar sangat prospektif mengingat saat ini negara tersebut tengah menghadapi blokade. Oleh karena itu, Qatar memerlukan pasokan bahan pangan yang cukup besar.
Sementara itu, Mohammad Bawazeer, Wakil Ketua Komite Tetap Timur Tengah dan Organisasi Konperensi Islam (KT3OKI) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menjelaskan kinerja ekspor RI di kawasan Timur Tengah mengalami pertumbuhan selama 2017.
“[Kinerja] bagus secara keseluruhan ekspor ke Timteng naik 1% sekarang kontribusinya sudah 5% sedangkan tahun lalu 4%,” ujarnya ditemui di Jakarta, Rabu (18/10).
Bawazeer menjelaskan ekspor ke negara di kawasan Timur Tengah masih ditopang oleh komoditas. Selain itu, kinerja perdagangan produk halal mulai mengalami peningkatan.
Perdagangan produk halal, sambungnya, menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia. Pasalnya, nilai penjualan produk tersebut di seluruh dunia sangat besar atau mencapai US$3 triliun.
Kendati demikian, memang pemanfaatan perdagangan produk halal menghadapi persaingan ketat dari negara seperti Malaysia dan Thailand. Namun, dia meyakini pelaku usaha di dalam negeri masih bisa memanfaatkan peluang tersebut.
“Negara seperti Malaysia sudah jauh menyiapkan, persaingan tetap ada dan kita harus buktikan. Sertifikasi halal kita sudah diakui apalagi kita anggota permanan Islamic Chamber of Commerce,” jelasnya.
Di sisi lain, Bawazeer menyebut kini datang peluang baru untuk meningkatkan ekspor ke Qatar. Negara tersebut kini tengah membuka pintu setelah adanya konflik dengan negara tetangga serta persiapan penyelenggaraan Piala Dunia 2022.
Menurutnya, biaya masuk tidak menjadi hambatan bagi pelaku usaha Indonesia untuk melakukan ekspor ke Qatar. “Karena mereka diboikot oleh negara pemasok kebutuhan terutama setelah konflik mereka harus fleksibel.”
Chairman Qatar and Kuwait Business Council (QKBC) Hendra Hartono menjelaskan Qatar telah meminta 10 barang yang menjadi kebutuhan utama mereka terlebih setelah adanya blokade dari negara-negara Teluk. Para pelaku usaha dari kedua negara telah membahas permintaan meski pertemuan delegasi RI baru dilakukan pada Desember 2017.
“Pertambahan bisa nambah 30%—40% tetapi itu pun masih terlalu kecil dibandingkan dengan kebutuhan mereka,” jelasnya.
Hendra mengatakan saat ini Qatar membutuhkan banyak bahan baku pembangunan seperti semen. Oleh karena itu, ekspor komoditas yang mendukung proses pembangunan infrastruktur menurutnya sangat potensial.
Dia memaparkan terdapat 10 barang yang diminta Qatar dari Indonesia yakni alat tulis kantor, kertas, mebel, ayam potong, briket, makanan jadi, ikan segar, garmen, mesin jahit, serta obat-obatan. Pada Desember 2017, dijadwalkan puluhan pelaku usaha dari dalam negeri bakal mengadakan pertemuan dengan pebisnis Qatar.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan Indonesia saat ini memang berfokus untuk menumbuhkan pangsa pasar nontradisional termasuk Timur Tengah. Menurutnya, hubungan perdagangan antara Indonesia dan Qatar masih memiliki ruang untuk terus ditingkatkan.
Selama ini, Enggartiasto menilai kerja sama bilateral Indonesia dan Qatar menunjukkan tren penurunan. Dia meminta kepada kedua negara untuk memanfaatkan momentum meningkatkan perdagangan.
“Saya tidak ingin mengganggu tujuan Qatar untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia pada 2022, namun itu menjadi kesempatan untuk mengeksplorasi perdagangan barang dan jasa,” ujarnya.