Bisnis.com, JAKARTA—Industri keramik mengharapkan adanya terobosan dari pemerintah untuk membantu penjualan manufaktur tersebut.
Elisa Sinaga, Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki), menyampaikan pemerintah tidak perlu hanya terfokus pada penurunan harga gas untuk kebutuhan industri. Namun, harus memperhatikan segala aspek pendukung lain agar produk nasional dapat terserap di pasar lokal maupun global.
"Faktor utama adalah gas, selain itu konsistensi pemerintah dalam mengadang impor keramik dari negara asing juga penting," kata Elisa kepada Bisnis.com, Senin (9/10/2017).
Menurutnya, jika tidak dapat bersaing di level Asean karena harga gas masih mahal maka yang perlu dilakukan adalah mendorong penjualan keramik di pasar lokal. Dengan begitu pemerintah diharapkan dapat membuat kebijakan terbaru untuk memperketat produk impor sehingga tidak mengganggu penjualan produsen keramik Tanah Air.
Dia menambahkan pengetatan tersebut dapat dilakukan dalam berbagai cara termasuk peningkatan pajak untuk produk impor dan sertifikasi standar nasional indonesia (SNI).
"Selain itu, jika belum dapat sepenuhnya menurunkan harga gas maka industri nasional harus diberikan berbagai kemudahan untuk pembiayaan ekspor. Kemudahan ini dapat memangkas sebagian biaya yang dikeluarkan industri untuk ongkos produksi," imbuhnya.
Langkah lain adalah pemerataan harga eneri. Asaki mencatat saat ini rerata harga gas di wilayah Jawa Barat US$9,2 per MMBtu, sedangkan Jawa Timur US$8,2 per MMBtu.
"Seharusnya flat saja, saat ini Jawa Timur dan Jawa Barat berbeda hampir US$1 per MMBtu," imbuhnya.
Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan mewajibkan penggunaan keramik lokal untuk setiap pembangunan yang dikerjakan pemerintah.