Bisnis.com, JAKARTA— Impor sejumlah komoditas pangan diprediksi meningkat hingga akhir tahun seiring dengan bertambahnya permintaan jelang Natal dan Tahun Baru.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan nilai impor sejumlah komoditas pangan sepanjang Januari 2017 hingga Agustus 2017 secara year on year. Penambahan impor terjadi terutama produk yang produksi di dalam negeri lebih kecil dibandingkan dengan permintaan.
Nilai impor daging jenis lembu misalnya, naik dari US$277,53 juta menjadi US$374,80 juta pada periode itu. Sementara, kenaikan juga terjadi pada bawang putih dari US$267,54 juta menjadi US$369,42 juta.
Impor gula tebu juga mengalami kenaikan dari US$1,08 miliar menjadi US$1,30 miliar. Selain itu, impor susu juga naik dari US$288,50 juta menjadi US$352,37.
Ketua Komite Tetap Industri Makanan dan Protein Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Thomas Darmawan memprediksi impor kebutuhan pangan akan mengalami peningkatan sampai dengan akhir 2017. Pasalnya, terdapat beberapa komoditas yang belum bisa dipenuhi dari produksi di dalam negeri.
“Agustus, September, Oktober sampai tahun baru diprediksi impor bakal nai terus,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (9/10).
Selain kenaikan permintaan, Thomas menilai kenaikan impor sejumlah komoditas pangan disebabkan adanya subsitusi. Hal itu menyusul adanya larangan impor beberapa produk untuk masuk ke Indonesia.
Dia mencontohkan pembatasan impor jagung. Menurutnya, aturan tersebut membuat pelaku usaha pengguna jagung mengganti produknya dengan gandum.
Di sisi lain, kenaikan nilai impor sejumlah komoditas mencerminkan masih tingginya permintaan di dalam negeri. Namun, pertumbuhan permintaan terjadi pada segmentasi ekonomi menengah ke atas.
“Untuk kelompok menengah ke atas atau masyarakat mampu daya belinya mengalami peningkatan,” imbuhnya.
Kadin mencatat pengeluaran makanan dan minuman jadi terhadap belanja makanan di Indonesia mencapai 26%. Sementara, kelompok padi-padian berkontribusi terbesar dengan porsi 15,51%.
Adapun pengeluaran untuk belanja makanan telor dan susu mencapai 6,16% sedangkan sayur-sayuran 7,74%. Persentase pengeluaran belanja makanan terkecil berada di kelompok umbi-umbian sebesar 0,92%.