Bisnis.com, JAKARTA--Asosiasi menyatakan industri mainan anak masih mengalami penurunan pada kuartal III/2017.
Sutjiadi Lukas, Ketua Asosiasi Mainan Indonesia, mengatakan penurunan tersebut disebabkan pembentukan Satuan Tugas Impor Barang Beresiko Tinggi yang berdampak pada pasokan spare part mesin.
Hal ini pun membuat produksi mainan anak menurun.
"Penurunan produksi sekitar 10% pada kuartal III," ujarnya kepada Bisnis.com, Minggu (8/10/2017).
Selain karena pasokan spare part yang terhambat, penurunan produksi industri mainan anak juga disebabkan masalah kerancuan penetapan kode HS oleh pihak Bea Cukai dan Sucofindo sehingga membuat bingung pengusaha.
Pada kuartal II lalu, industri mainan juga mengalami kelesuan karena permintaan masyarakat melemah. Momentum hari raya Lebaran tidak dapat mengangkat permintaan mainan anak, padahal di tahun-tahun sebelumnya, penjualan meningkat pasca hari raya.
Baca Juga
Permintaan mainan anak, lanjut Lukas, diperkirakan akan semakin menurun karena dengan pembentukan Satgas Penertiban Impor Berisiko Tinggi, harga mainan akan meningkat.
Lukas menjelaskan selama ini terdapat beberapa importir mainan anak nakal yang melaporkan harga mainan di bawah harga sesungguhnya sehingga pajak yang dibayarkan pun lebih rendah dari yang seharusnya.
Karena hal tersebut, pihak Bea Cukai menerapkan penilaian harga barang impor, sehingga importir harus mau tidak mau mematuhi harga barang impor yang ditetapkan. Masalah pun muncul saat harga yang ditetapkan melebihi dari harga barang sebenarnya.
“Hal tersebut saya proyeksikan membuat harga mainan anak, khususnya yang impor, semakin mahal karena biaya impornya juga semakin mahal. Hitungan saya, minimal kenaikan harga mainan 30% dari harga normal,” jelasnya.
Kendati demikian, asosiasi mendukung kebijakan pemerintah tersebut karena dinilai dapat menghapus persaingan harga yang tidak sehat antara importir nakal dengan importir resmi, yang melaporkan harga barang sesuai dengan harga aslinya.
Harga mainan anak di pasar pun, diprediksi akan stabil dengan adanya kebijakan pemerintah tersebut.
Terkait dengan proyeksi pertumbuhan industri mainan anak hingga akhir tahun, Lukas memperkirakan produksi tidak bakal berubah dibandingkan tahun lalu.
"Kalau dilihat proyeksi produksi sepanjang 2017 secara rata-rata sama dengan tahun lalu karena berkurangnya barang impor yang masuk," katanya.
Saat ini, sekitar 60% hingga 65% mainan anak yang beredar di Tanah Air merupakan barang impor dari China.
Lukas berharap peran serta pemerintah dalam menggairahkan kembali industri mainan anak dengan kebijakan yang mendukung dan penciptaan iklim industri yang kondusif.