Bisnis.com, JAKARTA--Dengan menggunakan kontrak bagi hasil kotor atau gross split yang mengacu pada Peraturan Menteri No.52/2017, kontraktor mendapatkan tambahan angka pengembalian modal (internal rate of return/IRR) sebesar 6,5% bila dibandingkan dengan gross split sebelumnya yang diatur dalam Peraturan Menteri No.8/2017.
Dari 12 lapangan yang menjadi acuan, penerapan gross split baru ternyata memberikan tambahan angka pengembalian investasi (internal rate of return/IRR).
Dengan rentang penambahan IRR terendah sebesar 2,1% hingga yang tertinggi yakni 15,7%, rata-rata penambahan IRR melalui skema gross split baru lebih besar 6,5% dari gross split lama.
Dengan demikian, rerata IRR yang didapatkan pada gross split baru sebesar 28,8% atau lebih tinggi dari rerata IRR pada PSC cost recovery yakni 24,8%.
Berdasarkan data Wood Mackenzie, IRR di Indonesia tidak lebih tinggi dari negara lain seperti Australia dengan 30,4%, Papua Nugini 38,2%, Irlandia 40,3% dan Inggris 41,5%.
Seperti diketahui, pemerintah menambah bobot split dan variabel baru yang bisa meningkatkan keekonomian melalui Permen 52/2017. Selain itu, tambahan split pun didapatkan di fase-fase awal pengembangan ketika kontraktor belum bisa menikmati hasil produksi.
Baca Juga
Kemudian, ruang tambahan split dari diskresi menteri pun tak lagi dibatasi sebesar 5%.
Pengamat Energi dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto mengatakan untuk bisa memperbaiki iklim investasi, pemerintah perlu menyelesaikan masalah kemudahan berusaha (ease of doing business).
Sebagai contoh, dia menyebut perizinan, birokrasi, konsistensi peraturan dan menghormati kontrak yang berjalan (sanctity of contract).
Menurutnya, perubahan ini masih terlalu kecil dampaknya karena hanya menggunakan kondisi sebelumnya yakni Permen 8/2017 sebagai pembanding.
"Untuk sampai ke tahap menarik dan mendatangkan investasi lagi, menurut saya, masih perlu pembuktian dan penyelesaian hal-hal atau masalah lain yang menjadi kunci ease of doing business," kata Pri Agung saat dihubungi Bisnis, Minggu (10/9/2017).
Presiden Indonesian Petroleum Association (IPA) Christina Verchere mengatakan perubahan yang dilakukan pemerintah diharapkan membawa angin segar terhadap investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi.
Kendati demikian, kerja pemerintah belum usai karena split akhir yang didapatkan kontraktor belum termasuk pajak.
Menurutnya, faktor pajak yang belum pasti bisa menggoyah upaya pemerintah memperbaiki keekonomian pengembangan lapangan melalui penambahan split.
"Kami meminta agar mekanisme perpajakan diperjelas dan meminta pemerintah agar tak menambah ruang ketidakpastian lainnya yang bisa bertentangan dengan kinerja positif yang telah dilakukan pada gross split," katanya.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Gunung Sardjono Hadi mengatakan perbaikan ini cukup membantu khususnya dalam pengelolaan blok habis kontrak yang ditugaskan kepada Pertamina.
Dia menyebut bila terdapat perubahan kondisi yang membuat keekonomian pengembangan lapangan susut, dua hal yang akan dilakukan yakni efisiensi biaya juga usulan tambahan split dari diskresi menteri.
"Room-nya dua, yang under control kita adalah cost efficiency, yang kedua kita bisa minta tambahan [split dari diskresi menteri]," katanya.