Bisnis.com, JAKARTA - Operasional kapal roll on roll off atau RoRo dengan rute Davao - General Santos - Bitung berjalan tak sesuai harapan. Jumlah muatan kapal masih jauh di bawah kapasitas angkut.
Corporate Secretary PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) mengatakan jumlah muatan dari Bitung maupun dari Davao terbilang kecil dari kapasitas kapal Super Shuttle RoRo 12 sebesar 500 TEUS atau 500 kontainer ukuran 20 kaki.
"Kendalanya mungkin karena barang-barang yang dijual itu mirip-mirip, tidak ada differensiasi," ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (31/8/2017).
Indonesia dan Filipina merupakan dua negara penghasil kelapa utama di dunia. Indonesia menghasilkan 18,3 juta ton kelapa per tahun, sedangkan Filipina memproduksi 15,35 juta ton per tahun. Jumlah tersebut menempati urutan pertama dan kedua dalam klasemen produsen kelapa di dunia.
Iwan menuturkan, perdagangan antara Mindanao dengan Sulawesi Utara juga terkendala restriksi atau pembatasan barang-barang yang boleh diimpor. Alhasil, arus barang antarkedua wilayah menjadi mandek. Padahal, Pelindo IV sudah memberi diskon tarif jasa kepelabuhan sebesar 50% agar tarif angkut menjadi terjangkau untuk pengusaha.
Untuk diketahui, kapal RoRo rute Davao - General Santos - Bitung telah dibuka pada 30 April 2017 lalu oleh Presiden Joko Widodo dan Presiden Rodrigo Duterte. Rute ini merupakan bagian dari Master Plan Konektivitas ASEAN dan cetak biru dari The East Asean Growth Area yang sudah dirintis sejak 1994. Inisiatif ini melibatkan empat negara Asean, yakni Indonesia, Brunei, Malaysia, dan Filipina.
Baca Juga
Kementerian Perhubungan di lain pihak mengestimasi, waktu tempuh rute Davao-General Santos-Tahuna-Bitung hanya mencapai delapan hari dengan ongkos US$550 per TEUs (Twenty-foot Equivalent Unit). Waktu dan biaya ini jauh lebih irit dibandingkan dengan jalur konvensional Bitung ke Manila yang mencapai lima minggu dengan ongkos US$2.000 per TEUs.