Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Daya Beli Melemah, Pabrikan Mainan Terpukul

Industri mainan anak saat ini tengah melesu dibandingkan kondisi tahun lalu sebagai akibat melemahnya daya beli masyarakat.
Pembeli memilih mainan saat berbelanja di toko mainan di Jl. Yos Sudarso, Solo, belum lama ini./JIBI-Nicolous Irawan
Pembeli memilih mainan saat berbelanja di toko mainan di Jl. Yos Sudarso, Solo, belum lama ini./JIBI-Nicolous Irawan

Bisnis.com, JAKARTA—Industri mainan anak saat ini tengah melesu dibandingkan dengan kondisi tahun lalu sebagai akibat melemahnya daya beli masyarakat.

Sutjiadi Lukas, Ketua Asosiasi Mainan Indonesia (AMI), mengatakan berdasarkan laporan para anggota AMI sepanjang semester I/2017 penjualan turun sekitar 10% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Momentum Lebaran pun tidak dapat mengangkat permintaan mainan anak, padahal di tahun-tahun sebelumnya penjualan meningkat selepas Idulfitri.

“Saya proyeksi sampai akhir tahun sepertinya turun lagi, apalagi ditambah dengan adanya kebijakan pemerintah untuk menekan impor,” ujarnya di Jakarta, Kamis (27/7/2017).

Kebijakan pemerintah yang dimaksud Lukas adalah pembentukan Satgas Penertiban Impor Berisiko Tinggi dengan menggandeng pihak kepolisian dan TNI dalam rangka menjaga penerimaan negara. Lukas menuturkan selama ini terdapat beberapa importir mainan anak nakal yang melaporkan harga mainan di bawah harga sesungguhnya sehingga pajak yang dibayarkan pun lebih rendah dari yang seharusnya.

Karena hal tersebut, saat ini, pihak Bea Cukai, lanjutnya, menerapkan penilaian harga barang impor, sehingga importir harus mau tidak mau mematuhi harga barang impor yang ditetapkan. Masalah pun muncul saat harga yang ditetapkan melebihi dari harga barang sebenarnya.

“Hal tersebut saya proyeksikan membuat harga mainan anak, khususnya yang impor, semakin mahal karena biaya impornya juga semakin mahal. Hitungan saya, minimal kenaikan harga mainan 30% dari harga normal,” jelasnya.

Kenaikan harga tersebut dinilainya bakal menambah penurunan penjualan mainan anak karena dengan harga yang belum naik, masyarakat mulai enggan membeli mainan.

Kendati demikian, asosiasi mendukung kebijakan pemerintah tersebut karena dinilai dapat menghapus persaingan harga yang tidak sehat antara importir nakal dengan importir resmi, yang melaporkan harga barang sesuai dengan harga aslinya. Harga mainan anak di pasar pun, diprediksi akan stabil dengan adanya kebijakan pemerintah tersebut.

Saat ini, sekitar 60% hingga 65% mainan anak yang beredar di Tanah Air merupakan barang impor dari China. Lukas berharap peran serta pemerintah dalam menggairahkan kembali industri mainan anak dengan kebijakan yang mendukung dan penciptaan iklim industri yang kondusif.

“Semoga melemahnya daya beli masyarakat tidak lama-lama, karena dulu saat SNI wajib diterapkan 3  tahun yang lalu juga sempat menurun, tetapi sekarang sudah kembali normal. Untuk faktor yang sekarang ini, saya harap cepat pulih,” ujar Lukas.

Sementara itu, Taufik Mampuk, Sekretaris Jenderal Asosiasi Importir dan Distributor Mainan Indonesia, menjelaskan mainan anak di dalam negeri masih didominasi oleh produk impor karena industri mainan di Tanah Air masih jauh tertinggal dari China yang merupakan pusat industri mainan terbesar di dunia.

“Indonesia belum memiliki teknologi dan modal yang cukup. Saya ingin supaya pemerintah tidak memandang negatif terhadap produk impor karena memang industri dalam negerinya belum mampu,” ujar Taufik.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper