Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investasi Infrastruktur Global Butuh US$97 Triliun Pada 2040, Berapa Indonesia?

Laporan Global Infrastructure Hub (GI Hub) dari forum internasional G20 mengungkapkan kebutuhan investasi infrastruktur secara global dan individual dari 50 negara dan tujuh sektor, yaitu pelabuhan, jalan, listrik, rel kereta, air, bandara, dan telekomunikasi mencapai US$97 triliun. Indonesia sendiri diperkirakan membutuhkan US$1,7 triliun.
Simpang Susun Semanggi terlihat dari ketinggian, di Jakarta, Senin (7/17)./JIBI-Abdullah Azzam
Simpang Susun Semanggi terlihat dari ketinggian, di Jakarta, Senin (7/17)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, LONDON - Laporan Global Infrastructure Hub (GI Hub) dari forum internasional G20 mengungkapkan kebutuhan investasi infrastruktur secara global dan individual dari 50 negara dan tujuh sektor, yaitu pelabuhan, jalan, listrik, rel kereta, air, bandara, dan telekomunikasi mencapai US$97 triliun. Indonesia sendiri diperkirakan membutuhkan US$1,7 triliun.

Laporan yang berjudul Global Infrastructure Outlook tersebut mengungkapkan, biaya pembangunan infrastruktur untuk mendukung perkembangan ekonomi global dan mempersempit kesenjangan infrastruktur diperkirakan mencapai angka US$94 triliun pada 2040.

Guna mencapai Pembangunan Berkelanjutan PBB, atau yang dikenal sebagai Sustainable Development Goals (SDG), dibutuhkan tambahan sebesar US$3,5 triliun bagi rumah tangga untuk mengakses air bersih dan listrik pada 2030. Sehingga, jumlah biaya tersebut akan mencapai US$97 triliun.

Outlook tersebut juga mengungkapkan, US$18,5 triliun atau 19% dari total biaya terancam tidak mendapatkan pendanaan apabila tren pengeluaran dunia tidak berubah.

Setiap tahunnya, US$3,7 triliun harus diinvestasikan untuk infrastruktur demi mencapai permintaan dari populasi global yang terus meningkat. Angka ini setara dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Jerman, negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia. Investasi ini diproyeksikan meningkat dengan tambahan US$236 juta untuk memenuhi SDG di bidang air bersih dan listrik setiap tahunnya hingga 2030, tahun di mana setiap negara diharapkan memenuhi target ini.

Hal ini bukan hanya menjadi tantangan bagi negara berkembang yang harus membangun infrastruktur baru, namun juga bagi negara maju yang perlu melakukan pembaruan sistem.
Amerika Serikat tercatat memiliki kesenjangan terbesar dalam belanja infrastruktur, yaitu sebesar US$3,8 triliun. Di sisi lain, Tiongkok akan menerima permintaan terbesar untuk investasi infrastruktur, yakni sebesar US$28 triliun.

Pencapaian akhir SDG PBB bergantung pada penyediaan infrastruktur yang berkualitas. Merujuk pada skema saat ini, investasi tidak akan cukup untuk memenuhi target SDG di bidang air bersih dan listrik pada 2030.

Indonesia, sebagai salah satu dari 50 negara yang masuk dalam laporan Global Infrastructure Outlook, membutuhkan belanja infrastruktur secara kumulatif sebesar US$1,7 triliun hingga 2040. Jumlah ini hampir 1,9 kali lebih besar dari GDP Indonesia saat ini.

Sama seperti mayoritas negara di Asia lainnya, Indonesia membutuhkan investasi yang besar untuk memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur air, di antaranya bendungan dan sarana pengolahan air bersih. Infrastruktur air merupakan kebutuhan yang sangat penting terutama karena Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan populasi rata-rata sebesar 0,8% per tahun.

Outlook melaporkan bahwa kebutuhan belanja infrastruktur Indonesia untuk sektor air berkisar di angka US$144 miliar (0,34%) di bawah tren saat ini, atau US$209 miliar (0,49%) di bawah kebutuhan investasi yang sebenarnya.

Namun dalam hal infrastruktur pelabuhan, Indonesia termasuk negara dengan kinerja terbaik di kategori pendapatan rendah dan menengah bawah. Hal ini menunjukkan bahwa kelanjutan investasi sesuai status quo akan cukup untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur pelabuhan Indonesia di masa depan.

Laporan ini juga menunjukkan:

  • Tahun 2040, populasi global akan bertambah hingga 2 miliar orang atau meningkat hingga 25%. Seluruh penduduk yang tinggal di kota akan menuntut perbaikan infrastruktur secara besar-besaran.
  • Kebutuhan infrastruktur terbesar di dunia akan berada di Asia, di mana Asia membutuhkan 51 triliun dolar hingga tahun 2040 untuk memenuhi kebutuhannya.
  • Pemenuhan SDG di bidang listrik dan air bersih akan membutuhkan biaya 3,5 triliun dolar lebih banyak dari perkiraan investasi saat ini.
  • Demi mempersempit kesenjangan pembelanjaan global, dibutuhkan peningkatan investasi infrastruktur tahunan sehingga terjadi peningkatan dari angka 3% dari PDB dunia menjadi 3,5%. Pemenuhan target SDG akan membutuhkan peningkatan hingga 3,8% dari tahun ini hingga 2030.
  • Perbaikan infrastruktur jalan dan listrik membutuhkan pengeluaran terbesar karena masyarakat dunia semakin modern.

Outlook ini merupakan proyek unggulan dunia yang terdiri atas analisis terperinci dan perangkat analisis online. Proyek ini merupakan hasil dari penelitian intensif 50 negara dan tujuh sektor industri yang dilakukan GI Hub dan Oxford Economics, pemimpin dalam proyeksi global dan analisis kuantitatif.

“Outlook ini merupakan analisis paling komprehensif dan terperinci untuk kebutuhan investasi pembangunan yang pernah dilakukan. Analisis ini memberikan data pengeluaran negara dan industri yang selama ini dibutuhkan oleh pemerintah dan organisasi pendanaan,” ujar CEO Global Infrastructure Hub, Chris Heathcote.

Outlook menginformasikan tiga hal penting dalam pembangunan, yaitu seberapa besar suatu negara harus mengeluarkan dana untuk pembangunan hingga 2040, kebutuhan masing-masing sektor pembangunan, dan kesenjangan yang ada berdasarkan skema pembelajaan saat ini.

Hal terpenting adalah analisis ini memberitahu pemerintah dan perusahaan swasta mengenai kebutuhan terbesar mereka serta dana yang harus mereka keluarkan dalam membangun infrastruktur untuk masyarakat ke depannya.

“Kami percaya bahwa informasi ini akan menjadi kunci bagi pemerintah untuk memajukan negaranya. Selain pemerintah, ini juga akan sangat berguna bagi organisasi yang mendanai, merencanakan, dan membangun proyek infrastruktur dalam mewujudkan kota-kota yang berkelanjutan dengan manfaat sosial dan ekonomi untuk masyarakatnya,” ujar Chris dalam publikasinya yang diterima Bisnis.com, Selasa 25 Juli 2017.

Global Infrastructure Outlook adalah hasil dari penelitian selama satu tahun yang bekerjasama dengan Oxford Economics. Global Infrastructure Hub mengakui kontribusi para peninjau, yaitu International Monetary Fund (IMF), European Bank for Reconstruction and Development, Inter- American Development Bank, Australian Treasury, Universitas Cape Town, dan Brattle Group.

Laporan Outlook dan perangkat analisa online ini dapat diakses melalui www.outlook.gihub.org.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Fajar Sidik
Editor : Fajar Sidik
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper