Bisnis.com, JAKARTA—Pengusaha air minum dalam kemasan terkendala dengan ketidakpastian hukum soal tata kelola perizinan sumber daya air. Banyak pemilik modal yang akhirnya memilih menunda investasi baru dan ekspansi pabrik lantaran belum ada undang-undang sumber daya air.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Rachmat Hidayat menyatakan pengusaha air minum dalam dua tahun terakhir dilanda ketidakpastian sejak Mahkamah Konstitusi membatalkan beleid sumber daya air. Mahkamah Konstitusi membatalkan beleid itu dengan salah satu alasan untuk mengembalikan pengelolaan sumber daya alam kepada negara.
Selama masa itu, pengusaha sepenuhnya bertumpu kepada peraturan presiden yang mengatur tentang pengusahaan sumber daya air. “Dari situ akhirnya banyak pemda yang tidak berani memberikan izin baru kepada industri AMDK. Otomatis dampaknya langsung menghambat ekspansi dan rencana investasi menjadi semakin terhambat,” ujar Rachmat kepada Bisnis, Selasa (11/7).
Menurutnya, parlemen dan pemerintah perlu segera mengisi kekosongan undang-undang tersebut supaya tidak menghambat pertumbuhan industri minuman dalam kemasan.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi S. Lukman menyatakan pemerintah perlu menjamin kepastian usaha bagi industri. Absennya beleid sumber daya air sejak dibatalkan putusan Mahkamah Konstitusi membuat ketidaknyamanan bagi investor.
“Dengan begitu, sekarang banyak perusahaan AMDK yang ingin ekspansi ga bisa, ga dapat izin,” ujar Adhi.
Baca Juga
Akibatnya, banyak perusahaan AMDK yang berkesulitan dalam mengembangkan usaha. Perusahaan yang ingin memperluas area pabrik harus mengurungkan niat lantaran belum didukung regulasi eksisting. Penerbitan izin pada sejumlah daerah bahkan menjadi diskresi pemda.
“Kalau Undang Undangnya tidak ada, penerbitan izinnya itu jadi seperti zona abu abu, tergantung diskresi pemda. Ada pemda yang berani ngasih izin karena butuh investasi, tapi kebanyakan tidak berani kasih karena tidak ada undang-undangnya,” ujar Adhi.
Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan mencatat pemain bisnis AMDK belum mengalami penambahan yang signifikan. Posisi saat ini terdapat sebanyak 2.00 merk AMDK yang diperdagangkan di pasar domestik dengan 900 pabrik yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kebutuhan air minum dalam kemasan di Indonesia pada tahun ini mencapai 28 miliar liter. Sebanyak 60% di antaranya merupakan permintaan dari kawasan Jabodetabek.
“Belum adanya UU SDA berdampak langsung ke laju ekspansi. Padahal pertumbuhan permintaan air minum dalam di Indonesia selalu meningkat dalam jumlah besar,” ujar Adhi.