Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah memproyeksikan kebutuhan pendanaan Rp 290 triliun untuk pengembangan kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus di dalam proyek strategis nasional.
Seperti diketahui, pemerintah menambahkan pengembangan lima kawasan industri baru ke dalam daftar proyek strategis nasional.
Kelima lokasi kawasan itu berada di Gresik, Dumai, Tanjung Buton, Tanah Kuning, dan Wilmar Serang. Sehingga kini terdapat sebanyak 29 pengembangan kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus yang tercantum di dalam daftar proyek strategis nasional.
“Dari kebutuhan dana itu, tantangan kita adalah bagaimana memstikan peran swasta terlibat lebih banyak,” ujar Deputi Bidang Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo di Jakarta, Kamis (6/7).
Menurutnya, pendanaan pengembangan kawasan umumnya ditanggung pemerintah untuk penyediaan infrastruktur dasar. Umumnya, investor di KEK maupun KI ingin memastikan adanya infrastruktur yang mumpuni sebelum menanamkan modal.
“Apakah itu pelabuhan, jalan, jalur, kereta, atau pembangkit. Proyek proyek itu yang membutuhkan pendanaan, baik dari APBN atau private public partnership,” ujar dia.
Baca Juga
Ia mengumpamakan, investor lebih tertarik untuk mengerjakan proyek infrastruktur seperti pembangkit ketimbang infrastruktur dasar seperti jalan raya dan rel kereta.
Sebab pembangkit memungkinkan tingkat pengembalian investasi yang lebih menguntungkan ketimbang pengerjaan proyek infrastruktur dasar.
“Itu mengapa akses jalan dan jalur kereta biasanya dibiayai penuh oleh APBN. Swasta kadang menganggap hitung hitungannya ga masuk, jadi pada sejumlah proyek infrastruktur masih ditanggung APBN,” kata Wahyu.
Pemerintah memperkirakan kebutuhan pendanaan untuk penyelesaian seluruh proyek strategis nasional mencapai Rp4.197 triliun. Sedangkan estimasi kemampuan pendanaan dari APBN hanya sekitar Rp 525triliun.
Pendanaan dari BUMN dan BUMD diproyeksikan mencapai Rp 1.258 triliun. Sementara sisanya senilai Rp2.414 triliun membutuhkan pendanaan dari sektor swasta.