Bisnis.com, JAKARTA – Konsumsi ritel berkontribusi sebanyak 56% dari produk domestik bruto atau PDB Jepang, bila konsumsi ritel mengalami penurunan sedikit saja berarti berpotensi mempengaruhi pencapaian PDB keseluruhan Negeri Samurai tersebut. Nah, Ini cara Jepang agar data konsumsi ritelnya tampak tinggi selalu.
Data pemerintah Jepang terkait pengeluaran rumah tangga atau konsumsi ritel dinilai terlalu tradisional. Pasalnya, data pemerintah Jepang tidak mencantumkan transaksi yang terjadi pada toko online seperti Amazon maupun Rakuten.
Untuk itu, sebuah perusahaan ventura mulai menggunakan data transaksi kartu kredit untuk menunjukkan tren konsumsi. Nowcast Inc., perusahaan teknologi finansial (Tekfin) yang dibentuk pada 2015 di Universitas Tokyo itu merilis indikator konsumsi baru lewat kerja sama dengan JCB Co., penerbit kartu kredit Jepang.
Kepala Strategi Pendiri Nowcast Ken Hirose mengatakan, statistik pemerintah tidak memasukkan indikator transaksi pengeluaran di toko online, jadi tingkat konsumsi ritel Jepang bisa tampak lebih kuat bila memasukkan indikator tersebut.
“Data yang kami keluarkan bisa lebih cepat ketimbang data pemerintah yang ada lag sekitar empat pekan,” ujarnya seperti dilansir Bloomberg pada Jumat (23/6).
Dari hasil pengumpulan data, terdapat 81,6 juta kartu JCB dan rekening lainnya di Jepang sampai akhir Maret 2017. Dengan jumlah kartu itu volume transaksi domestik tahunan kartu kredit, kartu debit, dan kartu uang elektronik sekitar 17 triliun yen atau setara US$153 miliar.
Baca Juga
Indeks konsumsi ritel itu mengambil data dari sampel puluhan ribu pemegang kartu untuk transaksi.
Di sisi lain, Biro Statistik Jepang berencana meluncurkan indeks konsumsi baru pada awal tahun depan. Data tu akan fokus pada survey baru yang fokus pengeluaran rumah tangga setiap satu orang.
Dalam jangka panjang, biro itu juga sedang mempertimbangkan untuk memanfaatkan big data seperti, pembelanjaan dengan kartu kredit, uang elektronik, dan data penjualan.