Bisnis.com, JAKARTA - Tim Advokasi Keadilan Perkebunan menentang usaha untuk melemahkan perlindungan hutan, lingkungan hidup, petani pekebun dan masyarakat adat, yang kini dilakukan koalisi pengusaha hutan dan kelapa sawit melalui uji materi UU No. 41/1999 dan UU No. 32/2009 ke Mahkamah Konstitusi, dengan tujuan menghapus regulasi yang ketat dan secara legal menghindari sanksi atas kebakaran hutan dan berbagai kejahatan lingkungan lainnya.
Hal ini disampaikan dalam diskusi Saatnya Negara Menunjukkan Komitmen Dalam Penyelamatan Hutan dan Lingkungan Hidup, serta Perlindungan Petani Pekebun dan Masyarakat Adat di Jakarta, Jumat (2/6).
Tim Advokasi Keadilan Perkebunan terdiri dari Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Sawit Watch, Indonesian Human Rights Committee For Social Justice (IHSC), dan unsur akademisi.
"Kami menentang keras pelemahan upaya perlindungan lingkungan dan sumber daya alam dengan mengkambinghitamkan kearifan lokal, serta mengabulkan logika strict liability yang seolah-olah inkonstitusional," tutur Totok Dwi Diantoro dari Departemen Hukum Lingkungan, UGM, seperti dalam keterangan resmi, Jumat (2/6).
Jika uji materi ini dikabulkan MK, maka akan memberikan ruang bagi pengusaha hutan dan kelapa sawit lebih leluasa melakukan usahanya tanpa takut mendapatkan sanksi jika melakukan kesalahan, seperti membakar hutan dan lahan. Padahal, saat ini saja pemerintah masih kesulitan menanggulangi kebakaran hutan setiap tahun, meski peraturan yang berlaku sudah cukup tegas.
Direktur Eksekutif Sawit Watch Inda Fatinaware menyampaikan jika uji materi dikabulkan MK, maka akan ada implikasi buruk bagi upaya perlindungan hutan dan lingkungan hidup. Juga akan mempersulit komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030.
Baca Juga
Penasehat IHSC Gunawan menilai untuk melindungi hak-hak konstitusional petani perkebunan swadaya dan masyarakat hukum adat, maka diperlukan langkah advokasi dengan melakukan intervensi terhadap pengujian UU PPLH dengan menjadikan serikat tani, organisasi masyarakat adat sebagai pihak terkait dalam persidangan di MK.