Bisnis.com, JAKARTA--Sejak diluncurkan oleh Presiden China Xi Jinping pada 2013, Indonesia baru merealisasikan program investasi proyek infrastruktur terbesar abad 21 atau One Belt One Road (OBOR) dengan capaian US$5 - 6 miliar atau Rp66-80 triliun.
Adapun infrastruktur yang masuk proyek OBOR di Indonesia a.l. Kereta Cepat Jakarta - Bandung dan pinjaman China Development Bank kepada tiga Bank BUMN senilai US$3 miliar.
Kepala BKPM Thomas T. Lembong mengatakan jumlah dicapai Indonesia ini jauh tertinggal dibandingkan dengan Pakistan yang telah merealisasikan proyek OBOR US$62 miliar atau Rp828 triliun.
Sementara itu, Filipina telah mencapai US$24 miliar atau Rp320 triliun dan Malaysia dengan realisasi sebesar US$30 miliar atau Rp400 triliun.
"Jadi kelihatan sekali tentunya kita sangat ketinggalan," ujarnya dalam media briefing di kantor BKPM, Rabu (10/5/2017).
Padahal, lanjutnya, program investasi OBOR milik China sangat potensial. Riset Credit Suisse beberapa waktu lalu mengungkapkan pemerintah Negeri Panda tersebut memiliki sekitar US$300-US$500 miliar dana investasi hingga 10 tahun ke depan.
Baca Juga
Menurut Lembong, OBOR sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Terus terang kita tidak punya banyak pilihan, kecuali harus ikut serta dalam program OBOR ini," ujarnya.
Jika tidak, lanjut dia, Indonesia akan tertinggal dibandingkan negara tetangga di Asia yang mengambil puluhan miliar dolar untuk meningkatkan infrastrukturnya.
Akhirnya, dia menilai hal itu akan berdampak buruk bagi daya saing Indonesia.
Dalam OBOR Summit minggu ini (14-15 Mei 2017) di Beijing, dia mengatakan Indonesia akan membawa sejumlah proyek untuk ditawarkan. Namun, investasi yang ditawarkan kali ini lebih fokus dan terpadu.
"Pak Presiden sudah memberikan arahan yang cukup kelihatan dari proyek OBOR, yang jalannya harus menggunakan pendekatan kawasan terpadu."