Bisnis.com, JAKARTA- Lonjakan penduduk Indonesia pada tahun 2025 yang diperkirakan tembus 284,5 juta jiwa atau bertambah sekitar 3 juta jiwa per tahun, diperlukan kesiapan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia.
Selain itu, peningkatan kesejahteraan masyarakat harus menjadi pertimbangan pemerintah untuk tetap mengalokasikan lahan baru untuk kepentingan ekspansi perkebunan.
Pernyataan itu dikemukakan Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdalifah Mahmud, peneliti Utama Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Prof Chairil Anwar Siregar dan petani kelapa sawit asal Pangkalanbun, Kalimantan Tengah Wayan Supadno berbagai kesempatan berbeda, belum lama ini.
Menurut Musdalifah, negara bisa menjadi lebih sejahtera antara lain dengan pengembangan dan perluasan areal perkebunan. “Melalui ekspansi perkebunan termasuk sawit, pemerintah bisa mengajak rakyat membangun wilayahnya untuk meningkatkan kesejahteraan daerah,” kata Musdalifah di Konferensi Nasional Perkebunan Rakyat Indonesia, di Jakarta, seperti dikutip Antara.
Menurut dia, jika petani dan rakyat sejahtera, kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang baik bisa terwujud di lndonesia.
“Kesejahteraan petani yang baik akan membuka akses menuju pendidikan tinggi. Petani berpendidikan tinggi bisa melawan segala bentuk kolonialisme. Kedepan, kita mengharapkan bangsa tidak lagi diatur oleh kekepentingan kelompok tertentu. Kita harus bisa mengatur diri sendiri dan tidak diperintah pihak lain yang mau mengambil keuntungan.”
Pendapat senada juga dikemukakan Chairil Siregar. Dia menghimbau pemerintah tidak membuat kebijakan restorasi yang emosional dalam pemanfaatan termasuk gambut. Karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan populasi pertambahan penduduk yang naik 1,7% per tahun atau bertambah sekitar 3 juta jiwa per tahun.
“Pertambahan penduduk yang cepat memerlukan ketersediaan lahan dan pangan yang memadai. Karena itu, pemerintah harus bersikap realistis termasuk terhadap perkebunan sawit dan akasia yang memanfaatkan lahan gambut.”
Peneliti hidrologi dan konservasi tanah itu mengungkapkan, gambut memungkinkan untuk dimanfaatkan dan dikelola dengan baik. Menurutnya, supaya pemanfaatan gambut berkelanjutan, harus memiliki prinsip produksi, sosial dan lingkungan melalui pengelolaan lahan gambut yang baik.
Sementara itu, Wayan Supadno mengharapkan, pemerintah harus melindungi lahan sawit karena lebih dari 20 juta rakyat indonesia bergantung hidupnya di sektor ini.
Menurut Wayan, salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah dengan mendorong lulusan perguruan tinggi dapat kembali ke desa untuk menanam. “Pemerintah harus mendorong para lulusan perguruan tinggi terutama dari fakultas pertanian untuk menjadi wirausaha perkebunan,” kata Wayan.
Wayan yang juga praktisi perkebunan mengungkapkan, keterlibatan wirausaha muda yang berpendidikan, diharapkan dapat mepercepat pertumbuhan masyarakat perkebunan di Indonesia. “Jika petani sawit berpendidikan, Indonesia bisa sejahtera. Disisi lain, rakyat tidak mudah disisipi oleh kepentingan kelompok tertentu seperti LSM.
Wayan mengungkapkan, saat ini, terlalu banyak kepentingan termasuk dari kelompok LSM lingkungan yang memanfaatkan petani sebagai tameng untuk menyudutkan industri sawit di Indonesia. “Mereka mempertontonkan keluguan petani hanya demi mengakomodasi kepentingan negara kompetitor yang tidak mampu bersaing melawan sawit Indonesia sebagai komoditas unggulan minyak nabati dunia