Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Harus Proaktif di One Belt One Road, Ini Penjelasan Kepala BKPM

Kepala BKPM mengemukakan pentingnya keterlibatan Indonesia dalam KTT One Belt One Road (OBOR) 2017 di China pertengahan bulan ini.
Kepala BKPM Thomas Lembong/Antara
Kepala BKPM Thomas Lembong/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Trikasih Lembong mengemukakan pentingnya keterlibatan Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) One Belt One Road (OBOR) 2017 yang berlangsung di China pada pertengahan bulan ini.

Berbicara usai rapat terbatas tentang persiapan KTT tersebut di Kompleks Istana Negara pada Jumat (5/5/2017) sore, Kepala BKPM mengemukakan event itu merupakan salah satu konferensi mengenai infrastruktur yang bisa disebut terbesar di dunia.

“Yang ngumpul di situ ada 29 kepala negara yang hadir, termasuk 7 dari Asean dan 12 dari Eropa, lalu kepala dari Bank Dunia, kepala IMF dan Sekjen PBB juga akan hadir. Jadi ini konferensi nomor 1 di 2017 di bidang infrastruktur dan mungkin di bidang kerjasama ekonomi internasional,” ujar Kepala BKPM.

Berdasarkan berbagai sumber, OBOR sendiri diinisiasi oleh Presiden China Xi Jinping pada 2014. OBOR kerap dikaitkan dengan memori Jalur Sutra yang merentang di sepanjang Benua Eropa dan Asia. Tak heran, inisiatif OBOR sering disebut dengan Jalur Sutra Abad-21.

Dia menambahkan Indonesia akan memanfaatkan KTT itu untuk menarik para pebisnis mancanegara agar lebih banyak menanamkan modal di sektor infrastruktur Indonesia. Pasalnya, melalui KTT itu, pelaku perekonomian global akan mencoba melakukan sinkronisasi di bidang infrastruktur.

Thomas menambahkan sekalipun Indonesia telah bergabung, dalam realisasi programnya masih tertinggal dari berbagai negara lain. Berkaca pada negara lain, Thomas menuturkan Indonesia akan melirik program untuk infrastruktur perhubungan seperti jalan tol, pelabuhan dan perkeretapian.

“Pakistan itu sudah ambil US$55 miliar dari program OBOR. Malaysia sudah ambil lebih dari US$30 miliar. Artinya Indonesia baru US$5 miliar - US$6 miliar. Artinya kita ketinggalan sekali. Akan ada rapat koordinasi untuk memilih yang sesuai,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arys Aditya

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper