Bisnis.com, JAKARTA- Indonesia sebagai negara maritim telah banyak memberikan kesempatan besar bagi anak bangsa untuk mengeksplorasi kekayaan lautnya. Salah satunya mutiara yang dihasilkan oleh air liur kerang yang banyak ditemukan di pantai bagian timur.
Namun, pengetahuan masyarakat tentang mutiara di Indonesia yang belum memadai mengakibatkan dipandangnya sebelah mata Indonesia south sea pearl. Misalnya saja perbedaan antara mutiara air laut dan air tawar yang masih membingungkan kalangan awam.
Hal yang sama juga terjadi dengan Nuniek Anurningsih, Pengawas Yayasan Mutiara Laut Indonesia. Awalnya, dia berpikir mutiara yang tersebar di dalam negeri hanyalah barang impor dari Jepang.
Bahkan dia pernah menjual mutiara air tawar yang dia klaim sebagai mutiara air laut. “Waktu itu saya malu sekali. Muka rasanya seperti kebakar,” katanya sambil mengenang.
Belajar dari pengalaman tersebut, Nuniek bertekad untuk mendalami pengetahuan tentang mutiara. Apalagi bagi seorang pebisnis, memahami perbedaan produk adalah modal nomor satu.
Perlu digaris bawahi, Indonesia tidak memiliki mutiara air tawar. Jadi, jika Anda menemukan mutiara air tawar di etalase toko, ada baiknya dikonfirmasi kembali apakah itu betul hasil budidaya Indonesia atau bukan.
Mutiara air laut jauh lebih kuat dibanding mutiara air tawar. Adapun perbedaan warna mutiara air tawar memiliki warna seperti pink, peach, abu-abu, biru dan putih, sementara mutiara air laut selain memiliki warna-warna tadi juga dapat menghasilkan warna seperti imperial gold.
Selain itu, dari segi perawatan dan waktu yang diperlukan dalam memanen juga berbeda. “Setiap dua minggu setiap kerangnya harus dibersihkan. Jadi bayangkan, sektor ini padat karya sekali,” lanjut Nuniek.
Masalahnya, makin gencarnya negara-negara lain untuk serius membudidayakan kerang mutiara air tawar, menjadikan mutiara air laut Indonesia yang diklain Nuniek menjadi eksportir terbesar di dunia mulai terancam. Salah satu faktor keunggulan mutiara air tawar adalah waktu yang lebih pendek untuk panen mutiara, tetapi bisa menghasilkan jumlah yang lebih besar.
Dengan harga yang lebih terjangkau, akses masyarakat kepada mutiara air laut makin menyempit. Belum lagi jarak yang jauh untuk panen mutiara air laut. Bayangkan saja, butuh waktu satu hari penuh untuk memanen mutiara yang dibudidaya di pulau-pulau yang jaraknya harus dicapai dengan pesawat.
Kendala lainnya adalah mutiara yang telah dibudidayakan di Indonesia akan diekspor ke luar negeri untuk dilelang. Para pembelinya terdiri dari pengusaha besar yang menjual ke suplier yang meyetok untuk para pengrajin. Dengan rantai dagang yang panjang mengakibatkan barang tercampur sehingga tidak ada lagi Indonesia south sea pearl.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, eskpor kerajinan mutiara pada 2014 mengalami kemorosotan, yaitu dari US$441.654 pada 2013 menjadi US$43.274. Adapun untuk perhiasan sekelas logam mulia dan emas masing-masing sudah mencapai US$4 miliar dan US$1,7 miliar pada 2015.
“Kalau kita hanya terus-terusan jadi suplier, sampai kapanpun kita akan jadi bangsa kuli. Paling tidak kita bisa mulai branding mutiara air laut kita di dalam lelang itu. Ayo kita mulai bangga karena kita punya sesuatu yang besar,” ujarnya.
Kendati masih belum bisa menyamai emas ataupun logam mulia, mutiara juga bisa jadi alternatif pilihan untuk dijadikan sebagai alat investasi. Dengan catatan harus dilakukan perawatan secara rutin karena bagaimanapun juga mutiara adalah hasil dari makhluk hidup, berbeda dengan batuan alam yang sudah ada sejak jutaan tahun yang lalu.
Namun, besarnya nilai bisnis perhiasan tidak lantas membuat Nuniek terbuai. Sejalan dengan itu, Nuniek juga menekankan pada aspek kesejahteraan masyarakat pesisir karena dengan penggalakan budidaya kerang mutiara, maka akan mengangkat ekonomi lingkungan sekitar.
Wawan Ridwan, Director of Coral Triangle Program WWF-Indonesia menmbahkan, kualitas mutiara terbaik hanya akan dihasilkan dari tiram-tiram yang sehat dan berkembang biak di ekosistem laut yang sehat khususnya di area ekosistem terumbu karang.
Target pemerintah Indonesia untuk menetapkan 20 juta hektare kawasan konservasi perairan laut secara tidak langsung akan mendukung aktivitas industri budidaya mutiara, selain mendukung upaya Indonesia dalam melestarian keanekaragaman hayati laut.
Oleh karena itu, WWF Indonesia sebagai salah satu lembaga konservasi keanekaragaman hayati dan pelestarian lingkungan sangat mendukung inisiatif dan upaya untuk memajukan industri budidaya mutiara yang bertanggung jawab di Indonesia.
Dukungan untuk pelestarian kerang mutiara tidak akan terputus jika seluruh stakeholder kompak. Dalam hal ini, pemerintah daerah juga dapat menjadi kepanjangan tangan pemerintah pusat untuk bisa menjadi gawang untuk menyusun peraturan daerah yang pro masyarakat daerah dan sekaligus menguntungkan negara.