Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi dan Ekspor Minyak Sawit RI Tergerus

Musim panen sawit yang rendah terus berlanjut, sehingga produksi minyak sawit Indonesia (CPO dan PKO) pada Februari 2017 kian menurun 8% dari bulan sebelumnya menjadi 2,6 juta ton.
Kelapa sawit/Bloomberg-Taylor Weidman
Kelapa sawit/Bloomberg-Taylor Weidman

Bisnis.com, JAKARTA - Musim panen sawit yang rendah terus berlanjut, sehingga produksi minyak sawit Indonesia (CPO dan PKO) pada Februari 2017 kian menurun 8% dari bulan sebelumnya menjadi 2,6 juta ton.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan mengungkapkan tidak hanya produksi, kinerja ekspor minyak sawit pada bulan yang sama pun turut tergelincir.

Ekspor minyak sawit Indonesia termasuk oleochemical dan biodiesel hanya mampu mencapai 2,66 juta ton pada Februrari atau turun 6% dibandingkan Januari yang mencapai 2,84 juta ton.

"Penurunan ekspor ini lebih banyak disebabkan tingginya bea keluar yang dikenakan pada Februari yaitu US$ 18 per metrik ton. Hal ini membuat para penghasil minyak sawit menahan penjualan, sebaliknya traders juga menahan pembelian," paparnya dalam siaran pers, Kamis (6/4/2017).

Stok minyak sawit Indonesia pada akhir Februari tercatat 1,93 juta ton atau tergerus 32,5% dibandingkan stok Januari sejumlah 2,85 juta ton.

Fadhil menjelaskan stok terkikis karena produksi yang masih turun sementara ekspor masih tinggi meskipun mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.

Namun demikian, sepanjang Februari negara-negara Timur Tengah, Bangladesh, China dan negara-negara Afrika membukukan kenaikan permintaan akan minyak sawit Indonesia.

Negara-negara Timur Tengah mencatatkan kenaikan permintaan yang sangat signifikan yaitu 116% atau dari 104,09 ribu ton pada Januari terkerek menjadi 224,73 ribu ton pada Februari lalu. Sementara itu, kenaikan permintaan dicatatkan Bangladesh sebesar 23%, China 9% dan negara-negara Afrika 3%.

"Sebaliknya penurunan permintaan minyak sawit Indonesia dibukukan oleh Amerika Serikat, negara-negara Uni Eropa, Pakistan dan India," lanjut Fadhil.

Negeri Paman Sam mencatatkan penurunan permintaan sebesar 46% atau dari 100,89 ribu ton pada Januari tergerus menjadi 54,85 ribu ton pada Februari.

Penurunan ini diikuti oleh negara-negara Benua Biru sebesar 43%, Pakistan 25% dan India 13%.

Selain  bea keluar yang tinggi, penurunan permintaan juga disebabkan perlambatan konsumsi masyarakat di India dan banyaknya stok kedelai di Amerika Serikat.

Dari sisi harga, sepanjang Februari 2017 harga rata-rata CPO global bergerak di kisaran US$725 – US$820 per metrik ton dengan harga rata-rata US$ 777,5 per metrik ton. Harga harian minyak sawit pada pekan pertama sampai pekan ketiga masih menunjukkan tren kenaikan dan terus terkoreksi pada pekan terakhir Februari.

Harga mulai terkoreksi karena permintaan pasar sepi. Harga CPO global masih stagnan sepanjang Maret, bergerak di kisaran US$ 685 – US$ 750 per metrik ton dengan harga rata-rata US$ 731,7 per metrik ton.

GAPKI memperkirakan harga sampai pekan kedua April akan masih tetap stagnan dan bergerak di kisaran US$680 – US$720 per metrik ton.

Sementara itu, pemerintah Indonesia telah menetapkan bea keluar ekspor CPO untuk bulan April sebesar US$3 per metrik ton dengan harga referensi US$762,88 per metrik ton.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper