Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DUGAAN PREDATORY PRICING : Organda Laporkan Operator Online

Organda mengeluh banyak dari anggota organisasi gulung tikar akibat persaingan tidak sehat karena adanya praktek promosi yang tidak wajar dari operator online.

Bisnis.com, JAKARTA--Organisasi Angkutan Darat (Organda) mengeluh banyak dari anggota organisasi gulung tikar akibat persaingan tidak sehat karena adanya praktek promosi yang tidak wajar dari operator online.

Keluhan ini dilayangkan DPP Organda kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan mengharapkan Komisi memberikan arahan atas masalah yang menyandera angkutan perkotaan di bawah organisasi angkutan darat ini.

Ketua Umum Organda Adrianto Djokosoetono mengatakan para pengusaha yang memiliki unit sedikit (1 - 20) atau program kepemilikan koperasi melalui koperasi maupun perusahaan inilah yang usahanya gulung tikar. Menurutnya, ada persaingan tidak sehat karena praktek promosi yang tidak wajar dari operator online.

"Persaingan tidak sehat tentunya mematikan mayoritas pemain existing. Terlebih ada indikasi subsidi tarif murah tersebut, yang berakibat para operator online sebenarnya juga mengalami kerugian," tuturnya kepada Bisnis, Rabu (25/1).

Kunjungan Organda ke KPPU diakui Adrianto hanya sebatas laporan tahap awal, namun tetap meminta adanya solusi dari Komisi.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengamini bahwa kehadiran Organda mengeluhkan dan melaporkan adanya penurunan pasar operator reguler. Tidak hanya dengan tangan kosong, Organda juga membawa kajian penurunan pasar yang dialami anggota-anggotanya.

"Indikasi adanya predatory pricing, karena online dianggap memasang tarif begitu murah, sehingga anggota Organda tidak bisa bersaing. Tentu ini kami pelajari terlebih dahulu," tuturnya.

Predatory pricing sendiri merupakan strategi yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam menjual produk dengan harga yang sangat rendah, yang tujuan utamanya untuk menyingkirkan pelaku usaha pesaing dari pasar dan juga mencegah pelaku usaha yang berpotensi menjadi pesaing untuk masuk ke dalam pasar yang sama.

Syarkawi menambahkan untuk memastikan bukti-bukti persaingan sehat, pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk meminta respon dari operator online. "Nanti kami lihat laporan keuangannya, harus dipastikan dahulu," ujarnya.

Terpisah, Pengamat Transportasi Darmaningtyas menganggap permasalahan yang dihadapi operator reguler, sebenarnya sudah ada solusi, dengan implementasi Peraturan Menteri Perhubungan No. 32/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Sayangnya, implementasi beleid tersebut, menurutnya, belum banyak dilaksanakan oleh operator online.

"Permen itu sudah baik, ini soal reguler dan yang menggunakan aplikasi. Satu sisi meregulasi angkutan online, satu sisi memberi kesempatan untuk angkutan reguler berbenah," katanya.

Diakui, Permen tersebut tidak sepenuhnya ideal, tetapi jika operator menjalankan amanat, seperti pembuatan sim umum, dan kir periodik, setidaknya beban biaya akan semakin tinggi.

"Taksi reguler juga sudah menyesuaikan diri, menurunkan tarif buka pintunya. Sayangnya, banyak teman-teman online belum menjalankan regulasi ini," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper