Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Penyebab Bisnis Hasil Hutan di Jabar Kian Lesu

Pemerintah Jawa Barat mengakui sudah dua tahun terakhir tidak menggenjot sektor kayu perdagangan dan aneka usaha hutan lain.
Ilustrasi hutan produksi
Ilustrasi hutan produksi

Bisnis.com, BANDUNG - Pemerintah Jawa Barat mengakui sudah dua tahun terakhir tidak menggenjot sektor kayu perdagangan dan aneka usaha hutan lain.

Kepala Dinas Kehutanan Jabar Budi Susatidjo mengatakan pihaknya tidak memberikan porsi yang maksimal pada upaya menolong para petani kayu untuk menggenjot produksi juga memberikan perlindungan di tengah bisnis kayu yang makin lesu dalam dua tahun terakhir ini.

"Sudah dua tahun terakhir ini, kami lebih banyak mengurusi soal rehabilitasi lahan, dan alih kelola sektor kehutanan dari daerah ke provinsi," katanya di Bandung, Rabu (11/1/2017).

Menurutnya, hampir 60% bisnis kayu perdagangan di Jabar mengalami penurunan tajam, beberapa mitra swasta Dinas Kehutanan melaporkan jika sejumlah perusahaan memilih tutup dan beralih ke sektor lain.

Budi sendiri mengaku belum mendapat angka pasti berapa perusahaan yang tutup, begitu pula dengan angka produksi setahun terakhir. "Perhutani juga tengah ada masalah soal bisnis kayu, padahal ini sektor penting," keluhnya.

Bisnis kayu perdagangan stagnan dirasakan turun sejak dua tahun terakhir, meski di lapangan diakui Budi, sektor kayu rakyat mengalami kemajuan.

Namun karena belum adanya penyangga, maka harga jati rakyat, albasia, dan mahoni di pasaran masih rendah. "Kita berharap komoditas kehutanan ada yang berani menyangga, tapi tidak ada yang berani," ujarnya.

Namun, dia mengakui kualitas kayu rakyat di Jabar juga masih rendah karena ada sejumlah spesifikasi pasar yang tidak bisa dipenuhi para petani. Budi menunjuk aspek benih yang masih seragam namun minim kualitas. Selain itu petani masih melakukan pola asal tanam, asal untung.

"Kualitas belum baik, sehingga saat umur daun tidak tercapai, ada yang layu, mati. Memang ada penyuluh, tapi kalau mereka pakai benih berkualitas pun harganya mahal," tuturnya.

Tak fokus pada urusan membina bisnis petani, Dinas Kehutanan Jabar memang masih direpotkan dengan makin meluasnya lahan kritis dan sangat kritis terutama di luar kawasan hutan.

Pihaknya mencatat saat ini di dua daerah aliran sungai (DAS) Citarum dan Cimanuk saja, lahan sangat kritis sudah mencapai 16.000 hektar. "Tahun ini kami dapat anggaran rehabilitasi hutan dan lahan [RHL] Rp257 miliar untuk dua DAS. Program pembibitannya akan dimulai April 2017," paparnya.

Pihaknya sendiri pada 2017 menganggarkan Rp13 miliar untuk merehabilitasi lahan kritis dan sangat kritis. Khusus untuk program RHL dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, akan disebarkan di 28.000 lahan kritis dan sangat kritis di DAS Citarum dan Cimanuk.

"Lokasinya di Bandung Raya dan Garut. Fokus kami dalam setahun ke depan ini dulu, baru berpikir soal bisnis hutan," katanya.

Di tempat yang sama, Dirjen Pengendalian DAS dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Hilman Nugroho memastikan pemerintah pusat juga saat ini memfokuskan penanganan lahan kritis di Indonesia.

Pihaknya mencatat seluas 24,3 juta hektar lahan yang tersebar di seluruh Indonesia masuk kategori kritis. "Di Indonesia itu luas wilayah hutan 190 juta hektar. 24,3 juta hektar itu lahan kritis. Kira-kira 12%," paparnya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper