Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Koordinator bidang Perekonomian menargetkan dalam draft Paket Kebijakan XV yang akan segera dirilis tahun ini sudah mencantumkan angka dwelling time harus menyentuh 2,2 sampai 2.
Edi Putra Irawady, Deputi Bidang Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian mengatakan rancangan paket kebijakan ini sudah membahas secara teknis pengembangan Sistem Logistik Nasional yaitu peningkatan daya saing penyedia jasa logistik. Termasuk di antaranya; galangan kapal, penguatan kelembagaan, kewenangan Indonesian National Single Window (INSW) untuk penurunan rata-rata di pelabuhan laut utama.
“Dan juga untuk peningkatan sertifikasi kompetensi logistik dan penguatan akademisi kemasyarakatan sektor logistik,” ungkap Edi kepada Bisnis melalui pesan singkat, Minggu (8/1/2017).
Dia menjelaskan, bahwa rumusan dari Paket Kebijakan XV adalah kelanjutan dari masukkan para pelaku usaha terkait deregulasi di sektor logistik. pembahasan deregulasi tersebut sempat diselenggarakan oleh Kemenko Perekonomian di Hotel Borobudur pada November 2016.
“Rumusan ini dilanjutkan dalam Tim Sislognas dan konsultasi dengan Pak Menko,” sambungnya.
Edi menegaskan dalam rancangan tersebut pemerintah menargetkan hingga akhir 2017 angka dwelling time harus menyentuh 2,2 sampai 2. Kebijakan ini berlaku bagi seluruh stakeholder terkait untuk mewujudkan daya saing nasional di sektor logistik.
Sementara itu, Erwin Raza, Asisten Deputi Pengembangan Logistik Nasional Kementerian Koordinator bidang Perekonomian mengatakan deregulasi sektor logistik memang sudah menjadi niat Kemenko Perekonomian mengingat masih tingginya biaya logistik Indonesia yakni 24% dari produk domestik bruto (PDB).
“Awalnya ada banyak pilihan soal deregulasi ini, bisa saja revisi dari paket sebelumnya, mengeluarkan paket baru, atau membuat aturan turunan dari paket yang sudah ada,” terang Erwin.
Oleh sebab itu, Erwin mengharapkan adanya respon positif dan kolaborasi dari segenap stakeholder terkait khususnya pelaku usaha sektor logistik. Tujuannya agar para pelaku usaha baik badan usaha milik negara ataupun swasta bisa meningkatkan kualitas jasa dan layanannya.
Dia menyebut, pemerintah dalam hal ini Kemenko Perekonomian sebagai regulator membutuhkan input, saran, kritik, respon juga dari pelaku usaha. Dia mengambil contoh, saat sosialisasi deregulasi, saran yang masuk ke Kemenko Perekonomian tidaklah banyak.
Menurutnya, kalau pelaku usaha juga tidak proaktif, kebijakan yang dibuat berpotensi kurang tepat sasaran dan justru menciptakan iklim yang tidak mendukung bisnis.
“Harapan kami ya pelaku usaha juga jangan cuma diam dan menuntut ke pemerintah saja, harus proaktif dalam penyusunan deregulasi,” tegasnya.