Bisnis.com, JAKARTA—ConocoPhillips Indonesia masih mempertimbangkan perpanjangan kontrak kerja sama Corridor, Sumarera Selatan, yang akan berakhir pada 2023.
Vice President Development and Relations ConocoPhillips Joang Laksanto mengatakan saat ini pihaknya fokus di Blok Corridor, Sumatera Selatan. Secara total, produksi siap jual atau lifting minyak pada Oktober 2016 sebesar 7.263 barel per hari (bph) dan gas 809 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/MMscfd).
Kendati masih tersisa tujuh tahun sebelum masa kontrak berakhir, Joang menyebut masih melakukan kajian apakah akan melakukan perpanjangan kontrak yang kedua. Pasalnya, perpanjangan kontrak selama 10 tahun telah diperoleh pada 2013.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah No.35/2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, jangka waktu kontrak kerja sama paling lama 30 tahun dengan batas waktu eksplorasi selama enam tahun.
Terkait perpanjangan kontrak, masa kontrak bisa diperpanjang hingga 20 tahun untuk setiap kali perpanjangan. Kontraktor bisa mengajukan perpanjangan kontrak paling cepat 10 tahun atau paling lambat dua tahun sebelum masa kontrak berakhir.
Di blok tersebut, terdapat lima lapangan minyak dan tujuh lapangan gas. Adapun, produksi utama berasal dari Lapangan Supat, Suban Baru dan Rawa untuk minyak.
Sementara, untuk gas berasal dari Lapangan Suban, Sumpal dan Dayung. Di blok yang akan berakhir masa kontraknya pada 2023 itu, ConocoPhillips menguasai PI sebesar 54%, Repsol 36% dan Pertamina 10%.
Sebelumnya, ConocoPhillips telah melepas beberapa wilayah kerja seperti Blok B Jambi Selatan dan belum lama ini menjual 40% PI di Blok B Natuna Selatan kepada PT Saka Energi, anak usaha PT Perusahaan Gas Negara (Persero), tbk.
“Kami lagi mempelajari lebih lanjut. Niatan kami memang tetap untuk berinvestasi di Indonesia,” ujarnya di Jakarta belum lama ini.
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), lifting gas 2017 ditarget naik menjadi 840 MMscfd dari 807 MMscfd dari target 2016. Pada 2017, rencananya akan dilakukan pengeboran satu sumur, dan intervensi sumur 225 kegiatan.
Menurutnya, target lifting naik sesuai dengan arahan pemerintah. Sayangnya, hal tersebut tak diimbangi dengan kemampuan pasar menyerap gas yang dihasilkan. Hal itulah yang menjadi tantangan pada 2017.
“Sebenarnya kapasitas kami bisa untuk memenuhi pemerintah tapi kan ada masalah buyer terutama dalam negeri,” katanya.
Selain kegiatan eksploitasi, pihaknya akan melakukan kegiatan eksplorasi di Blok Kuala Kurun. Adapun, izin untuk melaksanakan seismik dari Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah telah didapatkan.
Dengan demikian, ditargetkan pada awal Januari 2017 kegiatan bisa dimulai. Dia menyebut kegiatan di area seluas 8209,96 km persegi itu akan berlangsung selama enam bulan.
Dari laman resmi ConocoPhillips, pada wilayah kerja yang ditandatangani kontrak kerja samanya pada Mei 2015 itu, ConocoPhillips menguasai saham partisipasi sebesar 60% dan Petronas 40%. Kegiatan eksplorasi seperti seismik 2D menjadi komitmen pada tiga tahun pertama.
“Kami ada [blok] eksplorasi, seismik di Kuala Kurun, Kalimantan Tengah. Izinnya, kami sudah dapat,” katanya.
Analis Riset Hulu Wood Mackenzie Alex Siouw mengatakan wilayah kerja yang habis masa kontraknya akan menjadi tantangan pengembangan hulu migas di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. Seperti diketahui, terdapat 35 kontrak yang akan berakhir hingga 2025.
Adapun, beberapa aset seperti Mahakam, Corridor dan Jabung sangat penting peranannya karena sebagai kontributor ekspor gas terbesar baik berupa gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) dan gas pipa. Alex menyebut Corridor dan Jabung terhubung dengan pasar gas di Singapura dan Jawa Barat. Sementara, pasokan gas Mahakam dibutuhkan untuk Kilang LNG Bontang.
“Corridor dan Jabung terhubung dengan pasar yang menguntungkan yaitu Singapura dan Jawa Barat, sementara Mahakam menyuplai kebutuhan Kilang LNG Bontang,” katanya.