Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

REI Malang Minta Harga Rumah Bersubsidi Naik 20%

DPD Realestat Indonesia (REI) Komisariat Malang meminta harga rumah bersubsidi dinaikkan 20% untuk mendorong agar pengembang antusias menyediakan rumah tipe tersebut.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, MALANG - DPD Realestat Indonesia (REI) Komisariat Malang meminta harga rumah bersubsidi dinaikkan 20% untuk mendorong agar pengembang antusias menyediakan rumah tipe tersebut.

Ketua DPD REI Malang Umang Gianto mengatakan selama ini penaikan harga rumah bersubsidi paling banter 5% per tahun, tidak seimbang dengan kenaikan biaya produksi berupa pengadaan tanah, bahan bangunan, hingga ongkos tukang.

“Saya hitung biaya produksi rumah bersubsidi kenaikannya mencapai 15% per tahun,” ujarnya di Malang, Kamis (3/11/2016).

Dengan tidak imbangnya antara penaikan harga rumah bersubsidi dan biaya produksi, maka margin yang diterima pengembang rumah tipe tersebut makin mengecil. Tidak jarang bahkan hanya mencapai break event point alias tidak memperoleh untung.

Karena alasan itulah, target pembangunan rumah bersubsidi sebanyak 2.000 unit/tahun sulit dipenuhi di Kota Malang, Kota Batu, dan Kab. Malang. Pasokan rumah bersubsidi hanya mencapai maksimal 1.000 unit per tahun.

Menurut dia, penaikan harga 20% merupakan penaikan maksimal. Bisa saja di lapangan pengembang tidak menaikkan sebesar itu dengan pertimbangan agar serapan pasar lebih baik.

Hal itu dilakukan pengembang karena daya beli masyarakat yang rendah. Di sisi lain, pengembang bisa melakukan efisiensi dengan berhasil membeli tanah dengan harga yang terjangkau untuk dibangun rumah bersubsidi maupun berhasil menekan biaya pembelian bahan makunan dan ongkos tukang.

“Tapi kalau harga rumah bersubsidi kemudian dipatok hanya naik 5%, maka jelas akan menyulitkan pengembang,” ujarnya.

Kondisi tersebut menjadikan pengembang malas menyediakan rumah bersubsidi. Mereka lebih nyaman dengan menyediakan rumah nonsubsidi karena harganya mengikuti pasar sehingga margin yang mereka terima juga bisa lebih besar bila dibandingkan menyediakan rumah bersubsidi.

Ketua DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Korwil Malang Makhrus Sholeh dalam suatu kesempatan mengatakan faktor yang menyebabkan pengembang malas menyediakan rumah bersubsidi terkait dengan faktor perizinan.

Pengurusan izin-izin rumah bersubsidi tidak berbeda dengan rumah nonsubsidi. Termasuk pungutan yang bersifat nonresmi.

Dengn adanya pungutan nonresmi, maka biaya perizinan bisa mencapai 15% dari total biaya produksi penyediaan rumah bersubsidi. Padahal rumah tipe tersebut harganya telah ditentukan pemerintah.

Dengan demikian, maka margin yang diterima pengembang rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sangatnya mepet. Bahkan tidak jarang hanya kembali modal, tidak memperoleh untung.

Seperti diketahui, Direktur Institute for Development of Economic Finance Enny Sri Hartati mengatakan faktor harga yang m,asih sulit dijangkai menjadi tanyangan terbesar dalam mewujudkan program sejuta rumah bari MBR. Harga rumah untuk MBR menjadi faktor terbesar perlamabatan realisasi program tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Choirul Anam
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper