Bisnis.com, JAKARTA– Kementerian Perindustrian masih menggodok pemberlakuan standar nasional Indonesia wajib bagi pelumas. Namun, pihaknya masih kurang yakin dengan kesiapan lembaga penguji.
Direktur Kimia Hilir Kementerian Perindustrian Teddy Sianturi mengatakan perlunya pemberlakuan standar nasional Indonesia (SNI) wajib pelumas salah satunya untuk menghindari barang dnegan mutu sembarangan.
Masalahnya, baru ada empat yang mengklaim siap untuk melakukan uji sertifikasi, sementara ada sekitar 17 produsen pelumas dalam negeri dan sekitar 200 perusahaan importir.
"Saat ini baru ada sekitar empat lembaga yang siap untuk melakukan pengujian, yaitu Lemigas, Sucofindo, Pertamina, dan Balai Besar Bahan dan Barang Teknik [B4T]," ujarnya, Senin (31/10/2016).
Adapun kapasitas pelumas nasional mencapai 1,8 juta kiloliter per tahun dengan permintaan sekitar 850.000 kiloliter.
“Pemberlakuan SNI wajib adalah hak domain pemerintah. Kalau pemerintah sudah menganggap penting, itu harus jadi regulasi. Tujuannya memberikan perlindungan konsumen, melindungi produsen, dan meningkatkan daya siang industri untuk masyarakat ekonomi Asean,” terangnya.
Nantinya, standar teknis untuk SNI wajib tidak akan jauh berbeda dengan poin-poin yang ditetapkan pada SNI yang saat ini berlaku sukarela.
“Di target saya Permenperin bisa keluar Juni 2017, tapi takutnya hambatannya di kesiapan balai ujinya. Idealnya ada lima balai,” ujarnya.
Saat ini sudah ada 23 SNI pelumas yang berlaku sukarela, maka nantinya SNI wajib pelumas hanya akan dikenakan pada satu kode HS.
“Kami mengusulkan dipecah [kode HS], tapi kata Bea Cukai tidak bisa malah dikompres, dari 10 digit jadi delapan digit jadi semua bisa masuk ke situ. Itu yang harus kita hati-hati. Akhirnya harus ada pengecualian lagi,” jelasnya.
SNI wajib pelumas secara otomatis akan berlaku juga bagi produk impor, sehingga bagi produk impor yang datang ke pelabuhan tanpa sertifikat produk penggunaan tanda SNI (SPPT SNI) tidak bisa masuk.