Bisnis.com, BANDUNG - Pemerintah Provinsi Jawa Barat meminta daerah lebih serius mengelola dana bagi hasil dari pajak rokok.
Kepala Dinas Pendapatan (Dispenda) Jabar Dadang Suharto mengatakan Pemda kurang bergairah dalam pengelolaan pajak rokok. Menurutnya, kondisi ini terjadi karena pusat masih belum memberikan informasi yang jelas terkait pungutan. “Tidak seperti pajak lainnya, untuk pajak rokok daerah kurang bergairah,” katanya di Bandung, Selasa (11/10/2016).
Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah keterbatasan dalam kewenangan pemungutan pajak rokok. Sebagaimana pajak daerah provinsi lainnya, pajak rokok juga wajib dibagihasilkan kepada kabupaten/kota dengan proporsi 30% untuk provinsi dan 70% untuk kabupaten/kota. “Namun akses untuk memperoleh data dan informasi terkait pemungutan pajak rokok sangat sulit diperoleh,” ujarnya.
Jabar sendiri pada mencatat pajak rokok 2016 ini yang ditransfer Pusat menjadi Rp2,218 triliun. Menurutnya saat ini kebijakan penyaluran dana transfer dari pemerintah sering berubah-ubah. Hal tersebut dapat berdampak pada pendapatan daerah. “Jabar di APBD Perubahan turun 2% dari target Rp2,263 triliun,” paparnya.
Penurunan ini dinilai Dadang mengharuskan daerah agar lebih optimal dalam meningkatkan pengelolaan administrasi pendapatan daerah terkait optimalisasi potensi, penilaian, dan penagihan pajak serta akuntansinya.“Maka dari itu, pemerintah kabupaten kota tidak bisa terus bergantung kepada dana transfer dari pemerintah pusat,” katanya.
Daerah sendiri berharap adanya konsistensi dan transparansi dalam kebijakan penyaluran pajak rokok dan dana transfer. Sehingga kebijakan tersebut dapat memberikan kepastian penyaluran dana bagi hasil atas hak-hak daerah.“Ini agar kewajiban [pajak rokok] terealisasikan dengan tepat waktu dan tepat jumlah,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Sekda Jabar Iwa Karniwa meminta agar pengalokasian dana bagi hasil pajak rokok mulus, daerah segera menganggarkan target penerimaan pajak rokok dalam APBD masing-masing.
“Nantinya pemanfaatan hasil pajak rokok, baik bagian provinsi maupun kabupaten/kota, 50% digunakan untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat,” katanya.
Menurut Iwa, karena pemungutan pajak rokok merupakan hal baru dua tahun terakhir dilakukan, baik oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota banyak hal yang belum sepenuhnya dipahami aparat daerah di provinsi maupun kabupaten kota. “Contohnya bagaimana pajak rokok ini disetorkan, diterima, dan dibagihasilkan kepada kabupaten/kota hingga bagaimana hasil pemungutan itu dimanfaatkan,” ujarnya.
Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Cimahi mengklaim pengelolaan pajak rokok yang dilakukannya selama ini tidak ada masalah. Bahkan, penerimaannya cendrung meningkat setiap tahunnya. Cimahi sendiri tahun ini menerima dana bagi hasil pajak rokok Rp19,1 miliar.
Sekretaris Dispenda Kota Cimahi Yunita R Widiana mengungkapkan, terkait pengelolaan pajak rokok yang dalam hal ini disebut dengan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dibagi menjadi dua hal yakni pemanfaatannya oleh Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) dan Bappeda yang mengalokasikan.
"Mengenai pemungutannya, kami berharap dapat bersinergi dan meningkatkan pengelolaan administrasi pendapatan daerah serta meningkatkan potensi pajaknya. Sesuai dengan juknis yang telah ditetapkan oleh provinsi," ujarnya kepada Bisnis.