Bisnis.com, JAKARTA—Posisi cadangan devisa akhir September 2016 mengalami kenaikan US$2,2 miliar menjadi US$115,7 miliar dibandingkan bulan sebelumnya masih perlu ditingkatkan.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David Sumual mengatakan memang cadangan devisa berpeluang meningkat mengingat batas akhir repatriasi dana dari periode 1 tax amnesty sampai Desember 2016.
Namun, dia mengingatkan perlunya peningkatan sisi rasio cadangan devisa terhadap utang luar negeri jangka pendek.
Menurutnya, kemampuan cadangan devisa terhadap utang jangka pendek hanya 2,7 kali, atau lebih kecil dari negara berkembang lainnya yang mampu hingga 3 kali. Utang luar negeri jangka pendek pada akhir Juli 2016 tercatat sebesar US$41,2 miliar atau 12,7% dari total utang luar negeri.
“Masih sekitar 2,7 rasionya terhadap utang jangka pendek. Negara yang lain 3 kali. Kalau impor sudah baik karena di atas 8 kali, kalau terhadap produk domestik bruto relatif rendah sekitar 12%,” ujarnya, di Jakarta, Jumat (7/10/2016).
Dia memperkirakan menjelang kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang diproyeksikan terjadi di akhir tahun telah diantisipasi oleh pasar sehingga tidak menimbulkan gejolak. Namun, kewaspadaan lain justru bisa disebabkan oleh black swan effect atau kejadian yang tidak terduga seperi China yang melakukan devaluasi.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan tren cadangan devisa semakin membaik seiring masuknya dana asing ke dalam negeri. Capital inflows sejak awal tahun telah banyak mengalir didukung suku bunga Amerika Serikat yang lebih mudah diprediksi membuat investor cenderung memilih negara berkembang untuk menanamkan modalnya.
“Pada saat capital inflow masuk, BI juga sekaligus memperkuat cadangan devisa. Peningkatan cadangan devisa sejak beberapa bulan ini, memang juga karena ada capital inflow yang masuk ke Indonesia sejak awal Januari,” ucapnya.