Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia menjadi rujukan bagi negara-negara di kawasan Asean untuk pengelolaan limbah radioaktif. Pasalnya, Indonesia telah berhasil mengembangkan teknologi pengolahan limbah radioaktif yang secara fasilitas lebih unggul di tingkat Asean.
Teknologi tersebut dikembangkan oleh Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, Badan Tenaga Nuklir Nasional (PTLR Batan). Sesuai fungsinya, PTLR Batan, diberi amanat melalui UU No. 10/1997 tentang Ketenaganukliran untuk mengolah dan menyimpan limbah radioaktif yang dihasilkan dari aktivitas industri, rumah sakit, dan penelitian dan pengembangan (litbang) se-Indonesia.
Bahkan, PTLR Batan menjadi tujuan belajar dari 5 negara yang akan memanfaatkan tenaga nuklir, yaitu Palestina, Myanmar, Mongolia, Nepal, dan Kamboja.
PTLR Batan memiliki instalasi pengolahan limbah radioaktif yang berfungsi untuk menyimpan limbah radioaktif dengan aktivitas rendah dan sedang, dan fasilitas kanal hubung instalasi penyimpanan sementara bahan bakar nuklir bekas yang berfungsi untuk menyimpan limbah radioaktif dengan aktivitas tinggi.
Kepala PTLR Suryantoro mengungkapkan saat ini jumlah pemegang izin penggunaan sumber radioaktif dan pengoperasian instalasi nuklir di Indonesia mencapai lebih dari 15.000 pemegang izin. Seluruh pemegang izin tersebut berpotensi menghasilkan limbah radioaktif.
“BATAN mengolah limbah radioaktif se-Indonesia dan kemampuan penyimpanannya masih 20 hingga 30 tahun lagi. Jika kelak Indonesia punya PLTN, tentu kemampuan itu harus di upgrade lagi,” katanya seperti dikutip dari laman Batan, Kamis (6/10/2016).
Syahrir, Kepala Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) mengungkapkan tugas dan fungsi Batan didukung oleh Bapeten yang yang memiliki fungsi sebagai badan regulasi dan pengawasan terhadap penggunaan bahan nuklir di Indoneisa.
“Kami (BAPETEN) menyiapkan infrastrukturnya berupa peraturan, pemberian izin, dan inspeksi. Kami harus memastikan tidak ada limbah yang tidak punya izin di suatu fasilitas,” katanya.
Sementara Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto mengatakan stakeholders nuklir hendaknya tidak hanya dimonopoli oleh Batan dan Bapeten saja. Dengan menggelar Seminar Nasional dengan topik inovasi pengelolaan limbah berwawasan lingkungan, diharapkan membantu sosialisasi dan kompetisi inovasi pemanfaaan teknologi nuklir lebih terbuka.
“Inovasi itu identik dengan kreativitas. Sayangnya, usia rata-rata pegawai Batan menginjak 48 tahun. Semoga dengan interaksi dengan universitas, kreativitas akan terus berjalan,” ujarnya.
Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI) Tri Edhi Budhi Soesilo menambahkan pengelolaan lingkungan memegang prinsip kehati-hatian sehingga limbah radiaoaktif tidak boleh dibuang sembarangan karena dapat membahayakan lingkungan baik tumbuhan, hewan maupun kesehatan manusia.
Dia mengungkapkan UI sebagai perguruan tinggi berperan mendidik, meneliti dan mengabdi untuk menjelaskan ke masyarakat mengenai pengeloaan limbah khususnya limbah radioaktif.
“Yang paling penting adalah socially acceptable, bagaimana masyarakat menerima adanya energi nuklir dengan mengutamakan keselamatan dan keamanan,” katanya.