Bisnis.com, JAKARTA - Bangsa Indonesia dikarunia sumber-sumber energi terbarukan yang berlimpah seperti angin, matahari, air dan panas bumi.
Potensi panas bumi yang Indonesia mencapai 30.000 MW atau lebih dari 40% dari potensi dunia dan saat ini yang termanfaatkan hanya sekitar 1,5 GW sehingga masih banyak yang belum termanfaatkan.
Saat ini investor dari beberapa negara sahabat menyatakan minatnya dalam pengembangan energi yang ramah lingkungan ini dan yang paling agresif adalah China.
“Banyak negara saat ini menyatakan minatnya untuk berinvestasi dalam pengembangan panas bumi di Indonesia bukan hanya investor domestik namun juga investor luar negeri. Dalam proses lelang, mereka sudah menyebutkan perusahaannya misalnya, Enel dari Italia, Itai, Ormat dari Amerika, Jepang dan yang paling agresif adalah China,” ujar Direktur Panas Bumi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Dan Konservasi Energi, Yunus Saifulhak dalam situs resmi Direktorat, Sabtu (17//20169).
Sifat agresif ditunjukkan investor China dalam pengembangan panas bumi di Indonesia terlihat dari salah satu perusahaan mereka yakni PT KS Orka yang sudah mengembangkan panas bumi di wilayah kerja panas bumi (WKP) Sorik Merapi, Sumatera Utara dan bersamaan mengakuisisi saham di Sokoria, sebanyak 95% dengan hanya menyisakan 5% untuk Bakrie.
Saat ini pemanfaatan energi bersih menjadi trend di negara-negara maju dan pengembangan panas bumi di Indonesia sendiri merupakan kegiatan prioritas nasional.
Investasi panas bumi mencapai US$ 0,56 miliar jika di Rupiahkan dengan kurs Rp 13.300 menjadi hampir sekitar Rp7 triliun atau 58,3% dari target US$ 0,96 miliar tahun 2016.
Masyarakat dunia saat ini sudah mulai mengalihkan penggunaan energi berbasil fosil kepada energi nonfosil yang terbukti lebih ramah lingkungan seperti sumber daya panas bumi.
Panas bumi terbukti hanya sedikit menghasilkan emisi gas CO2 dibandingkan dengan sumber energi fosil, sehingga pengembangannya tidak merusak lingkungan, bahkan bila dikembangkan akan menurunkan laju peningkatan efek rumah kaca.