Bisnis.com, JAKARTA--Instruksi Presiden (Inpres) No.8/2016 tentang langkah-langkah penghematan anggaran dinilai tidak menghadirkan postur keuangan yang kredibel selain melanggar UU No.12/2016 tentang APBN-P 2016.
Demikian dikemukakan oleh Anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan, Jumat (9/9/2016). Menurutnya, Inpres yang hanya bersifat policy rules itu sudah melangkahi Undang-undang.
Menurutnya, Ironisnya Inpres tersebut tidak menyebutkan alasan rasional mengapa harus dilakukan penghematan.
“Tiba-tiba saja langsung perintah penghematan. Padahal, struktur ekonomi nasional butuh stimulus. Dan itu berarti butuh modal besar,” ujarnya. Apalagi, ujarnya, Inpres itu hanya menuangkan besaran penghematan dari semua kementerian dan lembaga (K/L).
Penghematan terendah diberikan kepada PPATK sebesar Rp 2,7 miliar dan tertinggi dibebankan kepada Kemenhan Rp 7,9 triliun.
“Masalahnya, angka-angka itu muncul tanpa analisis objektif. Ini bukan republik serampangan. Seluruh kebijakan butuh reasoning yang objektif dan masuk akal,” ujar politisi Partai Gerindra itu.
Heri berpandangan, penghematan ini tidak berpengaruh signifikan untuk menghadirkan postur APBN yang kredibel. Sebaliknya, APBN yang kredibel harusnya lahir dari proses perencanaan yang kredibel pula.
“Jadi, bila hulunya salah, ujungnya pun pasti salah. Saya berharap pemerintah fokus pada rencana-rencana yang kredibel dan sehat. Pemerintah harus menggenjot sumber-sumber penerimaan baru secara kreatif dan maksimal,” ujarnya.
Selain itu, langkah-langkah penghematan termasuk self blocking oleh semua kementerian dan lembaga hanya akan menghambat target-target pembangunan yang sudah dipatok dalam APBN-P 2016, ujarnya.