JAKARTA—Penyaluran Kredit Usaha Rakyat Berbasis Ekspor (KURBE) dinilai belum signifikan mengangkat performa ekspor sektor usaha mikro, kecil, dan menengah karena terkendala sejumlah faktor.
Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengatakan Program KURBE belum menunjukkan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sudah mengekspor produk-produknya.
“Kalau saya lihat realisasinya masih minim. Pelaku usaha tetap tidak bergairah,” ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (5/9/2016).
Akumindo mempertanyakan ketepatan penyaluran pinjaman berbiaya murah tersebut karena sempat ada laporan bahwa dana itu justru lebih banyak didistribusikan kepada pemain besar.
Padahal, menurut Ikhsan, minat pelaku UMKM untuk memanfaatkan KURBE cukup tinggi. Kendala yang dihadapi adalah adanya jaminan atau agunan yang diminta perbankan dan track record pelaku usaha.
Masih banyak pelaku UMKM yang belum bisa memenuhi persyaratan agunan dan tidak sedikit yang usahanya masih seumur jagung dan belum memunyai produksi yang besar sehingga belum memiliki track record yang panjang.
Selain itu, UMKM mengaku belum mendapat kepastian mengenai penerimaan produk-produknya di negara tujuan. Oleh karena itu, akhirnya ekspor lebih banyak dilakukan oleh eksportir dan bukan langsung oleh pelaku usaha.
Adapun pelaku usaha yang mengekspor langsung biasanya menjual produk-produknya lewat e-commerce. “Porsi UMKM yang sudah benar-benar berorientasi ekspor sekarang belum beranjak dari 1%,” sebut dia.
Seperti diketahui, KURBE merupakan turunan dari paket kebijakan ekonomi XI dan disalurkan melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Pembiayaan murah ini terdiri dari tiga jenis yaitu KURBE mikro dengan plafon maksimal Rp5 miliar, KURBE kecil dengan plafon maksimal Rp25 miliar, dan KURBE menengah dengan plafon maksimal Rp50 miliar.
Bunganya ditetapkan sebesar 9%. Fasilitas itu terbagi dalam bentuk Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) dan Kredit Investasi Ekspor (KIE).
Agar penyalurannya maksimal dan tepat sasaran, Akumindo meminta pemerintah menyempurnakan regulasi tersebut. Salah satunya melalui relaksasi persyaratan agunan. Untuk mitigasi risiko penjaminan, pemerintah mestinya meningkatkan peran Jamkrindo dan Askrindo.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, hingga akhir Mei LPEI sudah menyalurkan Rp1,1 triliun. Sektor utama yang didorong performa ekspornya adalah usaha pengolahan kayu, pengolahan ikan, industri alas kaki, serta industri garmen dan tekstil.
Dihubungi terpisah, Ketua Bidang UKM dan IKM Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Nina Tursinah mengakui syarat agunan masih menjadi kendala utama. Tidak hanya bagi UMKM yang berorientasi ekspor tapi juga yang masih berfokus ke pasar domestik.
Meski mengaku belum memiliki data seberapa besar pengaruh KURBE terhadap kinerja ekspor UMKM, dia memandang pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh mengenai program ini karena bisa jadi ada hal-hal yang perlu diperbaiki. “Plafon juga berpengaruh. Untuk yang orientasinya ekspor terkadang butuh plafon yang lebih besar,” tutur Nina.
Bunga yang ditetapkan pun diharapkan dapat ditekan lebih rendah lagi. Walaupun diakui tidak bisa serendah negara lain yang dapat memberikan bunga hingga 4%-5%, tapi pelaku usaha tetap menunggu keringanan lebih dari pemerintah.
Dia juga mengharapkan pemerintah tidak melupakan UMKM yang masih berorientasi domestik, yang jumlahnya lebih besar. UMKM-UMKM itu disebut belum sepenuhnya menikmati bunga murah dan masih banyak yang dikenakan bunga di atas 14%.
Padahal, jika dibiarkan keberlangsungan usahanya akan terancam dan pangsa pasar yang sudah digarap bisa diambil alih oleh pihak lain. Secara keseluruhan, Bank Indonesia (BI) mencatat kontribusi UMKM terhadap PDB nasional saat ini mencapai 60,3%. ()