Bisnis.com, JAKARTA--Terbatasnya pasokan kelapa dalam negeri membuat tingkat utilitas produsen olahan kelapa menyusut sehingga memengaruhi kinerja ekspor.
Vice Chairman Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI) Amrizal Idroes menuturkan tingkat utilitas pabrik dissicated coconut saat ini hanya 35%-45% sehingga produksi turun 8% dari 2015. Sementara, pabrik minyak kelapa (coconut oil/CNO) hanya memiliki tingkat utilitas sebesar 51%-52% dan produksi terpangkas 15%.
"Pasokan kelapa sekarang masih rawan," ujarnya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Selain karena banyak tanaman yang sudah tua dan tidak terawat, ekspor kelapa butiran ke pun masih marak. Negara tujuan ekspor utama adalah China dan Thailand.
HIPKI memperkirakan sekitar 2,2 miliar-2,3 miliar butir kelapa diekspor ke berbagai negara tahun ini, atau sedikit di bawah realisasi 2015 yang sebesar 2,5 miliar butir, Sementara, total kelapa yang dihasilkan sepanjang 2016 diproyeksi paling banyak 10 miliar butir.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor minyak kelapa merosot 30,78% secara year-on-year dalam periode Januari-Juli 2016 menjadi US$613,13 juta dari periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai US$885,72 juta.
Adapun kopra anjlok hingga 56,41% menjadi hanya US$6,47 juta dari sebelumnya yang sekitar US$14,85 juta.
Amrizal menambahkan sebenarnya Indonesia sudah memiliki pangsa pasar yang besar untuk produk turunan kelapa. Namun, terbatasnya ketersediaan kelapa menjadi kendala tersendiri.
Jika kondisi ini terus berlanjut, dikhawatirkan pangsa pasar Indonesia atas produk turunan kelapa makin berkurang dan diambil alih oleh negara lain.