Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Migas : Pemerintah Bebankan Pajak di Kegiatan Eksploitasi

Pemerintah ingin membebankan pajak hanya pada kegiatan eksploitasi melalui revisi Peraturan Pemerintah No.79/2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan.
/Ilustrasi
/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah ingin membebankan pajak hanya pada kegiatan eksploitasi melalui revisi Peraturan Pemerintah No.79/2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan pihaknya memahami pengenaan pajak mengakibatkan investasi pada kegiatan eksplorasi lesu.

Adapun, lesunya kegiatan eksplorasi berpengaruh terhadap menurunnya cadangan nasional serta potensi penurunan produksi di tahun-tahun berikutnya.

Di sisi lain, dia menilai pada kegiatan eksplorasi masih terdapat peluang kegagalan dengan risiko tak mendapat penggantian biaya operasi atau cost recovery.

Oleh karena itu, perlu ditinjau penghapusan beberapa jenis pajak pada masa eksplorasi.

Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), pada 2016, investasi hulu yang ditarget sebesar US$17,21 miliar direvisi menjadi sekitar US$12 miliar.

Pada paruh pertama 2016, investasi yang tercapai yakni US$5,65 miliar atau turun 27% atau sebesar US$2,09 miliar dari realisasi periode yang sama tahun lalu yakni US$7,74 miliar.

Total realisasi investasi berasal dari blok eksploitasi sebesar US$5,51 miliar atau 97% dari total capaian investasi dan blok eksplorasi sebesar US$141 juta atau hanya sebesar 3%.

Sebelumnya, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 267/PMK.011/2014 tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi Pada Tahap Eksplorasi diterbitkan.

Dalam aturan ini, Kementerian Keuangan membebaskan dari PBB migas hanya bagi eksplorasi yang dilakukan setelah peraturan tersebut terbit.

Alhasil, hingga saat ini masih terdapat kontraktor yang berhadapan dengan tagihan PBB eksplorasi di pengadilan pajak.

"Kami berikan insentif supaya mereka (kontraktor kontrak kerja sama) tidak dikenai beban (pajak) pada saat eksplorasi," ujarnya di Jakarta, Senin (29/8).

Sementara itu, Mardiasmo menuturkan masih perlu melihat beberapa beleid terkait seperti Undang Undang Minyak dan Gas Bumi No.22/2001.

Dia menganggap kalau pun revisi dilakukan pada PP No.79, perlu dilihat dampaknya apakah cukup signifikan terhadap kegiatan hulu migas.

Selain dari aspek perpajakan, pihaknya ingin memperjelas apa saja poin yang bisa dikembalikan biayanya melalui skema cost recovery.

Terkait usulan penerapan blok basis atau transfer pada blok yang sama, dia menganggap masih perlu dipertimbangkan.

Pasalnya, hal itu berpeluang menambah beban cost recovery karena kontraktor bisa menukar biaya di lapangan lain selama berada di blok yang sama.

Menurutnya, jangan sampai cost recovery terus naik kendati capaian produksi siap jual atau lifting terus turun. Intinya, katanya, bagaimana membuat kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan lifting meningkat.

"Kami lihat yang mana yang menguntungkan kami semua. Jangan sampai lifting turun, cost recovery tinggi."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper