Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan mengembangkan tiga daerah sebagai proyek percontohkan produksi artemia, pakan alami esensial untuk larva ikan dan udang, sebagai solusi menekan impor sebesar Rp56 miliar per tahun.
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP Slamet Soebjakto mengatakan tiap tahun Indonesia mengimpor 40 ton artemia untuk kegiatan usaha akuakultur. Negara-negara produsen adalah Amerika Serikat, China dan Vietnam.
“Sangat disayangkan kalau kita sendiri tidak bisa memproduksi artemia. Sementara kita sendiri memiliki teknologi dan lahannya,” katanya dalam siaran pers, Minggu (14/8/2016).
Untuk itu, Slamet menambahkan KKP telah memulai proyek percontohan produksi artemia di Jepara, Rembang dan Madura masing-masing seluas 5 hektare (ha), 10 ha, dan 0,5 ha. Menurutnya, artemia sangat cocok dikembangkan di daerah-daerah penghasil garam.
“Lebih-lebih, area tambak garam nasional, berdasar data 2015 seluas 25.830 ha. Ini sangat luas dengan perairan yang begitu subur,” katanya.
Berdasarkan analisa usaha budi daya artemia di tambak garam, KKP menilai bisnis ini cukup menguntungkan. Dari 1 ha lahan budi daya artemia dapat menghasilkan 200 kg-300 kg cyst artemia per siklus (3-4 bulan di musim kemarau).
Dengan harga artemia cyst per kilogram basah adalah Rp300.000 maka akan diperoleh hasil Rp60 juta–90 juta per siklus. Kemudian, biaya produksi budi daya artemia per siklus per hektar berkisar Rp 15 juta-Rp 20 juta. Apabila dihitung, maka keuntungan yang akan diperoleh adalah Rp40 juta–60 juta per siklus.
Slamet menjelaskan, artemia bisa diproduksi dalam bentuk cysts maupun biomassa (hidup). Produksi biomasaa artemia per hektar adalah 400 kg dengan harga mencapai Rp75.000 per kg. “Artinya, dalam setiap 1 ha lahan, biomassa artemia yang dihasilkan bernilai sekitar Rp30 juta,” ujarnya.
Guna memudahkan proses penyerapan pasar artemia, KKP telah menjalin komunikasi dan kerja sama dengan dua BUMN dan satu perusahaan swasta, yakni Perum Perikanan Indonesia (Perindo), PT Garam, dan PT Arafura Marikultur.