Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kesejahteraan Petani Berpotensi Terkungkung Harga Pembelian Pemerintah

Pemerintah diminta mempertimbangkan untuk merevisi tingkat harga pembelian pemerintah (HPP) beras yang menjadi acuan Perum Bulog dalam membeli produksi gabah dan beras petani. Tingkat HPP saat ini dinilai tidak beorientasi pada kesejahteraan petani.
Petani memanen pai/Ilustrasi
Petani memanen pai/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diminta mempertimbangkan untuk merevisi tingkat harga pembelian pemerintah (HPP) beras yang menjadi acuan Perum Bulog dalam membeli produksi gabah dan beras petani. Tingkat HPP saat ini dinilai tidak beorientasi pada kesejahteraan petani.

Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, Said Abdullah menyampaikan pemerintah saat ini terus mendorong petani terus melakukan budidaya, namun di sisi lain cenderung memaksakan mereka memasok produksi ke Bulog yang HPP-nya jauh lebih rendah dari harga pasar.

“Sekarang petnai didorong jual ke Bulog dengan harga Rp3.700 per kg, sementara mereka jual ke pasar bisa dapat harga Rp4.000-Rp4.500. Lalu kemudian kebijakan HPP itu sebenarnya berpihak ke siapa?” ujar Said di Jakarta, Kamis (11/8/2016).

Said menyampaikan di sisi lain, HPP pun tidka mampu membantu Bulog untuk dapat menyerap sebanyak-banyaknya produksi petani karena harus bersaing dengan pihak-pihak yang memang membeli dengan harga yang lebih tinggi.

Pada Februari 2016, pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan HPP gabah dan beras seperti yang ttercantum pada Inpres Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras oleh Pemerintah.

Dalam beleid itu, harga gabah petani ditetapkan Rp3.700 per kilogtam, harga gabah kering giling (GKG) yaitu Rp4.600, sedangkan HPP beras ditetapkan Rp7.300 per kg. Tingkat HPP ini dinilai tidak akomodatif dan tidak sejalan terhadap harga beras yang selama setahun terakhir telah mengalami kenaikan sekitar 10%.

Tanpa HPP yang sesuai, petani akan sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Said menegaskan petani Tanah Air hingga sekarang berada dalam ketidakpastian pendapatan, di tengah kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok.

Sebagai catatan, data BPS menunjukkan nilai tukar petani (NTP) selama semester pertama tahun ini stagnan di indeks 101-102. Pada Januari, NTP petani tanaman pangan yaitu 102,55, sedangkan pada Maret-Juni di mana panen raya berlangsung, NTP stabil di level 101,11-101,55.

“Bayangkan sekarang petaninya disuruh terus hanya berproduksi, disuruh tanam terus, tapi harganya dibiarkan rendah,” kata Said.

Untuk itu, dia meminta pemerintah melibatkan petani dalam penetapan HPP di tingkat pusat. Pasalnya, petani merupakan pihak yang melaksanakan sendiri proses budidaya sehingga paling mumpuni dalam menjelaskan faktor-faktor biaya produksi beras.

Selain itu, Said pun merekomendasikan pemerintah untuk menggunakan parameter daerah dalam menentukan HPP beras. Tingkat HPP yang selama ini digunakan hanya memperhitungkan biaya produksi beras di Pulau Jawa.

“Indonesia itu dari barat ke Timur, dan HPP yang ada sekarang itu dibuat dengan asumsi komposisi biaya yang sama dari ujung Barat ke Timur itu sama. Komponen biaya di Jawa dan Sulawesi misalnya, itu beda. HPP sebaiknya disesuaikan dengan wilayahnya,” jelas Said.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Bidang Perekonomian, Musdhalifah machmud menyampaikan, sejauh ini pemerintah belum mempertimbangkan untuk mengubah tingkat HPP beras.

“Belum ada revisi. Yang jelas pemerintah ingin menguatkan Bulog supaya lebih kuat lagi dalam take over produksi petani dan stabilisasi harga untuk memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pangan,” ujar Musdhalifah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dara Aziliya

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper