Bisnis.com, JAKARTA – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) untuk berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan sebelum menenggelamkan kapal pencuri ikan pada 17 Agustus 2016.
Ketua KNTI Kepulauan Riau Indra Jaya mengatakan koordinasi itu mutlak dilakukan karena kapal yang ditenggelamkan dapat menganggu alur pelayaran. Dia mencontohkan perairan Batam, Kepri, yang merupakan salah satu titik penenggelaman kapal, ramai dilalui kapal-kapal domestik dan mancanegara.
“Satgas 115 harus ada koordinasi dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub. Kalau tidak berbahaya bagi pelayaran dan jalur melaut nelayan,” katanya kepada Bisnis.com, belum lama ini.
Sebagaimana diketahui, Satgas 115 pada 17 Agustus 2016 akan menenggelamkan 71 kapal pencuri ikan (tetapi kini baru tersedia 34 kapal) di delapan lokasi. Selain Batam, lokasi penenggelaman a.l Tarakan, Bitung, Sorong, dan Morotai.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebelumnya telah mengirimkan surat kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), selaku komponen Satgas 115, agar memperhatikan faktor jalur transportasi laut sebelum menenggelamkan kapal.
Direktur Jenderal Konservasi Ekosistem KLHK Tachrir Fathoni mengatakan penenggelaman kapal tidak boleh dilakukan di laut dangkal. Menurutnya, hal ini dapat menganggu jalur transportasi yang digunakan armada perkapalan lain.
KLHK juga meminta Satgas 115 tidak menenggelamkan kapal berdekatan dengan kawasan konservasi. Selain itu, kapal harus dipastikan tidak menyimpan limbah berminyak seperti oli yang bisa mencemari laut.
Tachrir mengingatkan penenggelaman kapal pencuri ikan harus memperhatikan aspek pelestarian lingkungan. Menurutnya, tiga syarat tersebut tetap berlaku untuk berbagai skema penenggelaman kapal, baik menggunakan bahan peledak maupun dengan pembocoran lambung kapal.
“Kalau aspek lingkungan aman silahkan saja tenggelamkan,” ujarnya.