Bisnis.com, JAKARTA - International Air Transport Association memprediksi nilai laba yang diraup maskapai di Asia Pasifik pada tahun ini sebesar US$7,8 miliar, naik 8% dari prediksi semula sebesar US$7,2 miliar.
Direktur Umum & CEO International Air Transport Association (IATA) Tony Tyler mengatakan kinerja maskapai di Asia Pasifik sangat beragam. Namun, rata-rata keuntungan maskapai diprediksi sebesar US$5,94/penumpang.
“Dengan biaya bahan bakar yang turun dan mulai stabilnya pasar kargo, kami memprediksi margin bersih di Asia Pasifik mencapai 3,9% dan total keuntungan bersih mencapai US$8,8 miliar,” katanya dikutip dari laporan IATA, Rabu (15/6/2016).
Pada saat bersamaan, lanjut Tony, IATA juga memprediksi pertumbuhan permintaan jasa angkutan udara pada tahun ini mencapai 8,5%. Sementara kapasitas angkutan udara diprediksi tumbuh 9,1%.
Secara global, IATA menilai keuntungan bersih maskapai pada tahun ini akan tumbuh cukup kuat. Setidaknya ada empat poin utama yang menjadi acuan dalam menetapkan proyeksi keuntungan bersih maskapai tahun ini.
Pertama, melorotnya harga minyak dari US$53,9 per barel, menjadi US$45 per barel. IATA menilai kondisi tersebut membuat kontribusi biaya dari bahan bakar hanya sekitar 19,7% dari total biaya, turun dibandingkan dengan periode 2012-2013 sekitar 33,1%.
Kedua, melemahnya perekonomian dunia. Pada tahun ini, GDP dunia diprediksi hanya 2,3% atau lebih kecil ketimbang tahun lalu 2,4%. Meski demikian, konsumsi masyarakat relatif masih kuat, meski korporasi justru cenderung berhemat.
Ketiga, permintaan pengguna jasa angkutan udara. Tahun ini, secara global, permintaan jasa angkutan udara tumbuh 6,2%, atau melambat ketimbang tahun lalu sebesar 7,4%. Meski begitu, biaya operasional maskapai diprediksi turun 7,7%.
Keempat, bisnis kargo. IATA memprediksi bisnis kargo masih akan berjalan stagnan tahun ini, yakni tumbuh 2,1%. Bisnis kargo global juga diprediksi hanya menghasilkan pendapatan sebesar US$49,6 miliar, turun ketimbang tahun lalu sebesar US$52,8 milar.
Sekretaris Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Tengku Burhanudin menilai harga bahan bakar pesawat atau avtur yang anjlok bakal membuat kinerja maskapai menjadi lebih baik.
“Untuk Indonesia harusnya juga demikian. Namun, pendapatan maskapai nasional kan dalam rupiah, sehingga pergerakan dolar juga ikut berpengaruh. Secara menyeluruh, saya kira masih not too bad,” tuturnya.