Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah membentuk konsorsium riset dan pengembangan pembangunan pertanian melalui kolaborasi yang melibatkan Kementerian Pertanian, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Badan Tenaga Nuklir Nasional, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Kementerian dan Lembaga tersebut akan menyusun pemetaan (mapping) peluang-peluang penelitian yang dapat dikembangkan untuk mendukung kedaulatan pangan nasional. Penelitian difokuskan untuk 4 komoditas yaitu padi, jagung, kedelai, dan sapi.
Dirjen Pengguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati mengatakan pemetaan tersebut akan diarahkan pada implementasi rencana induk riset nasional yang difokuskan pada tanaman pangan dan pertanian.
“Implementasi riset bersama ini juga untuk mendorong kemandirian komoditas swasembada Pajale [Padi, Jagung Kedelai]. Selain itu, untuk daging, riset akan dilakukan oleh 22 perguruan tinggi yang akan fokus soal pembibitan dan pakannya,” kata Dimyati dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (1/6).
Fokus pelaksanaan riset pada komoditas tersebut, jelas Dimyati akan dilakukan untuk mendukung kemandirian pangan yang dicita-citakan pemerintah. Selain itu, dengan memperkuat konsorsium, koordinasi soal riset akan diperkuat sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan overlapping dalam melakukan riset pangan.
Dimyati menjelaskan soal riset, setiap anggota kolaborasi tersebut, dapat dilakukan di masing-masing lembaga atau kementerian, dan bersama konsorsium. Adapun, pemerintah megalokasikan hingga Rp20 triliun hingga 2019 untuk riset pangan yang dikucurkan melalui masing-masing lembaga dan kementerian yang terlibat.
“Dengan adanya fokus riset, kami menempuhnya baik dengan cara masing-masing lembaga, maupun dengan cara konsorsium. Sekarang bahkan teman-teman pelaku industri mulai terlibat dengan menanggung share pendanaan riset komoditas tertentu sebesar 35% dari total yang dibutuhkan,” jelas Dimyati.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian, Muhammad Syakir mengatakan seluruh lembaga dan kementerian ini sebenarnya telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) pada Februari lalu.
Beberapa poin kesepakatan tersebut yaitu untuk melakukan riset strategis yang mencakup kedaulatan pangan, kemandirian energi, dan peningkatan nilai tambah. Kedua, memaksimalkan tekonologi yang sudah ada khusus untuk mendorong varietas unggul dan memperluas teknologi pendukung untuk petani.
Poin kesepakatan ketiga yaitu melakukan pengembangan inovasi teknologi di perbatasan sebagai serambi terdepan. Sejauh ini, telah dilakukan pemetaan akses, ekonomi, dan sosial budaya di wilayah-wilayah perbatasan.
Sebagai informasi, meski ditargetkan swasembada pada 2017 mendatang, komoditas padi, jagung, dan kedelai masih dibayang-bayangi risiko impor. Biaya produksi tinggi yang minim teknologi menyebabkan harga komoditas tersebut lebih tinggi di dalam negeri daripada di pasar global.
Di sisi lain, Indonesia pun masih mengimpor rata-rata 600.000 ekor sapi per tahun dan 80.000 ton daging sapi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.